Showing posts with label CERITA MISTERY. Show all posts
Showing posts with label CERITA MISTERY. Show all posts

PESUGIHAN RENTENIR

Penulis : ENNY JIP





Siapapun yang berutang kepada rentenir itu sudah pasti tidak akan pernah sanggup membayarnya. Utang yang tak berbayar bakal ditebus dengan nyawanya...!



Siang itu, dua orang pemuda berjalan cepat menuju Desa Margayoso. Walau berasal dari daerah yang berbeda, namun keduanya menimba ilmu yang sama. Karena mendapat kabar buruk mengenai kedua orang tuanya di desa, maka Mustafa pun memutuskan untuk pulang ke Desanya dengan mengajak Fauzi, pemuda yang sholeh dan taat beribadah.

Sudah hampir sebelas tahun di pesantren Al Huda, Jawa Timur, yang dipimpin oleh Kyai Shoheh, Fauzi menjalani puasa sunnah Nabi Daud AS. Dan kebiasaan itulah yang membuat dia memiliki berbagai kelebihan ketimbang santri lainnya. Fauzi mempunyai beberapa ilmu yang kesemuanya dikuasai dengan nyaris sempurna. Di antaranya, ilmu Gendam Dahana Sukma dan Ilmu Meraga Sukma yang bisa menundukkan jin kafir

Mereka sudah hampir tiba di lokasi pekuburan umum yang sangat luas dan letaknya agak terpencil. Ketika jalan setapak di samping pekuburan yang mereka lewati hampir habis, mendadak Fauzi menahan langkah Mustafa.

"Mus, berhenti dulu sebentar. Nampaknya, di dalam sana sedang ada mayat yang baru dikubur," kata Fauzi.

Mustafa melayangkan pandangannya ke arah kuburan. Ia melihat beberapa orang lelaki, tengah menurunkan mayat ke dalam liang lahat.

"Mus, sebaiknya kita ke sana sebentar! " ajak Fauzi.

"Untuk apa?" tanya Mustafa.

"Kita ikut mendoakan si mayat agar arwahnya mendapat ketenangan dan pengampunan di akhirat nanti," ajak Fauzi.

Sebetulnya Mustafa ingin protes. Di benaknya, ia hanya ingin agar secepatnya sampai di rumah guna melihat keadaan ibu, bapak, adik, dan saudara-saudaranya.

Setibanya di sana, ternyata yang sedang dikuburkan adalah mayat seorang petani yang semalam mati secara tak wajar.

"Mati tak wajar bagaimana, Pak?" bisik Fauzi kepada seorang pelayat.

"Seluruh tubuhnya penuh luka seperti diserang binatang buas, bahkan lehernya nyaris putus," jawab si pelayat.

"Kenapa bisa begitu, Pak?" potong Mustafa.

"Menurut kabar, karena ia tak bisa membayar utangnya kepada seorang rentenir terkaya di desa kami. Sudah banyak korban yang jatuh," jawab lelaki itu.

Sebenarnya, Fauzi ingin bertanya banyak tentang kematian orang yang dianggap tak wajar oleh penduduk desa. Namun, karena kasihan pafa Mustafa yang sangat rindu kepada keluarganya, maka sengaja menyembunyikan semua keinginan itu.

***



Setiba di rumah orang tua Mustafa, malamnya mereka bercengkrama dengan suasana hangat bersama ayahnya Mustafa. Saat inilah ayah Mustafa mencerittakan kesulitannya.

"Bapak terlibat utang pada seorang rentenir di desa ini. Tiap saat utang Bapak selalu bertambah. Kerbau dan sawah sudah Bapak jual untuk melunasi. Tapi jangankan biangnya, bunganya saja sudah mencekik leher," cerita Pak Tukiman, ayahnya Mustafa.

Mustafa terpukul sedih. Ia tidak bisa memberikan saran, kecuali satu; "Jika Bapak sudah terjepit, bagaimana jika rumah ini kita jual."

"Percuma! Sebab Bapak sudah terikat perjanjian dengan rentenir itu," sergah bapaknya.

"Perjanjian apa?"

"Jika dalam tiga kali panen Bapak tidak bisa melunasi, maka nyawalah yang jadi tebusannya. Sebab, saat mengucapkan perjanjian peminjam uang untuk yang ketiga kalinya, Bapak harus membubuhkan cap jempol dengan darah," jelas Pak Tukiman. "Anehnya, sejak itu si rentenir itu tak pernah menagih utang-utangnya," sambungnya.

Fauzi yang semula hanya diam langsung saja menengahi. "Pak, bolehkah saya mengajukan usul?" tanyanya.

"Silahkan, Nak!" ujar Pak Tukiman.

"Sebenarnya, masalah ini bisa dipecahkan. Saya pikir, rentenir itu memang sengaja mencari tumbal dengan cara meminjamkan uang pada orang-orang yang sedang terjepit," jawab Fauzi tegas. "Kalau boleh saya tahu, siapa nama rentenir itu, Pak?"

"Gondo Kusumo. Orang desa sini biasa memanggilnya dengan Pak Gondo."

Sesaat Fauzi terdiam. Ia mengerutkan keningnya, dan setelah itu terdengar kata-katanya; "Benar, dia punya peliharaan yang amat ganas yang tiap tahun harus diberinya makan. Dan makanannya adalah nyawa dari yang terlibat utang dengan pemilik iblis itu."

Fauzi menghela nafas berat. "Padi yang fuso juga perbuatannya. Maksudnya, agar panen calon korbannya selalu gagal, dan akhirnya meminjam uang kepadanya," sambungnya.

"Nak Fauzi, kapan kira-kira iblis itu akan datang kemari? Hari apa, bulan apa, dan jam berapa?" berondong Pak Tukiman, dengan tegang.

"Iblis itu akan datang kira-kira seminggu lagi. Tepatnya, di malam Selasa Kliwon," tegas Fauzi. "Tolong carikan saya orang yang belum dikenal oleh Pak Gondo dan bisa mengantarkan saya ke rumahnya," pintanya kemudian.

Hari itu juga keluarga Pak Tukiman sibuk. Semua anggota keluarga berusaha untuk memenuhi permintaan Fauzi yang telah berjanji akan menolongnya. Dan Mustafa sendiri berusaha untuk menenangkan hati Bapaknya yang mulai dicekam rasa cemas dan takut. Bahkan seisi rumah nampak mulai ketakutan.

"Nak Fauzi, kalau boleh bapak tahu untuk apa mau datang ke tempat tinggal rentenir itu?" tanyak pak Tukiman.

"Untuk meminjam uang sebelum iblis itu datang menagih utang sekaligus nyawa Pak Tukiman," jawab Fauzi.

Meski ragu akan kemampuan Fauzi, namun Pak Tukiman tetap mencarikan orang yang akan mengantarkan Fauzi ke rumah rentenir itu. Ia adalah adik kandung Pak Tukiman yang baru datang dari Lampung, dan untuk sementara tinggal di rumah adik Pak Tukiman yang lain di desa itu juga.

Malam itu juga, di rumah Pak Tukiman berkumpul orang-orang yang akan melaksanakan perintah Fauzi. Dan esok siangnya, Fauzi pergi ke rumah Pak Gondo dengan diantar oleh Sukron.

"Siapakah kalian ini? Dan ada keperluan apa datang kemari?" tanya pak Gondo pada kedua tamunya.

"Nama saya Fauzi, Pak. Dan ini paman saya yang baru datang dari Lampung, namanya Sukron. Baru satu bulan kami tinggal di sini, dan kami datang kemari untuk keperluan penting," tutur Fauzi sopan.

"Perlu penting apa?" tanya Pak Gondo seraya mengerutkan kening.

"Saya dengar Pak Gondo suka menolong orang yang sedang dalam kesulitan. Jadi, bisakah saya meminta tolong kepada Bapak? Saya ingin mencoba berdagang di desa ini, tapi tidak punya modal. Bisakah Pak Gondo meminjamkan uang pada saya? Dan jika usaha dagang saya maju, saya akan secepatnya mengembalikan," kata Fauzi.

"Apakah saudara punya agunan?"

"Maksud bapak?"

"Misalnya, sawah, rumah atau kerbau dan sapi."

"Maaf, saya tidak punya apa-apa selain kepercayaan. Saya berani jamin, dalam tempo sepuluh hari ini saya bisa mengembalikan uang pinjaman itu," kata Fauzi mantap.

"Kalau tidak, apa yang akan saudara lakukan?" tanya pak Gondo.

"Nyawa sayalah sebagai taruhannya!" tegas Fauzzi.

"Kau berani membayar utang dengan taruhan nyawamu?" tanya rentenir itu kaget.

"Ya!" Fauzi mengangguk pasti.

Pak Gondo terkesiap. Baru pertama kali ia menghadapi orang yang berani mati dengan cara yang mengerikan. Akhirnya pak Gondo mengangguk dengan hati penuh tawa kemenangan.

''Berapa uang yang saudara Fauzi butuhkan?'' tanya rentenir itu terburu-buru. Dan Fauzi pun menyebut angka sebesar pinjaman ditambah dengan bunga yang menjadi beban Pak Tukiman. Tarohlah Rp. 25 juta.

''Sebesar itu?'' Pak Gondo agak kaget.

''Ya, pinjaman itu sesuai dengan jaminan nyawa saya, pak.'' kata Fauzi.

''Baiklah. Kapan saudara memerlukannya?''

''Sekarang!''

''Sekarang?''

''Ya.''

''Baiklah. Tunggu, saya ambilkan dulu!'' Pak Gondo pun masuk ke dalam kamarnya. Dan tak lama kemudian, ia sudah ke luar dengan membawa tumpukan uang. Sebelum pulang, Fauzi diminta untuk membubuhkan tanda tangan di selembar kain putih dengan darahnya.

Sekembalinya dari rumah Pak Gondo, Pak Tukiman dan keluarganya terheran-heran ketika Fauzi memerintahkan mereka untuk segera pergi dari desa sejauh-jauhnya.

"Kalau bisa, menyeberang ke pulau lain. Bawalah semua uang ini untuk bekal selama di sana. Nanti kalau keadaan sudah aman, silahkan kembali lagi!" ujar Fauzi sambil menyerahkan semua uang pinjamannya.

"Tapi bagaimana kalau iblis itu datang untuk menagih utang dan nyawa saya?" tanya pak Tukiman.

"Dia tidak bisa mencari bapak, karena saya telah menggantikan diri bapak. Saya akan menghadapi iblis itu dengan segenap kemampuan yang saya miliki," kata Fauzi.

Karena didesak, akhirnya pak Tukiman mengalah. Dengan berat hati, mereka pun meninggalkan desa itu untuk pergi sejauh-jauhnya. Dan dengan berbekal uang pemberian Fauzi, keluarga Pak Tukiman berangkat menuju ke Lampung. Hanya Mustafa dan Sukron yang tetap tinggal di desa itu.

Malam itu, dengan ditemani Sukron dan Mustafa, Fauzi menunggu kedatangan iblis penagih uutang. Segala keperluan yang dibutuhkan sudah tersedia. Keris pun sudah terselip di pinggangnya. Untuk menghadapi iblis itu, ia cukup menusukkan keris pusaka atau menyabetkan tasbih yang selalu dikalungkan di lehernya.

Udara malam itu cukup dingin. Tubuh Sukron dan Mustara menggigil di samping Fauzi yang duduk bersila. Sukron bukan kedinginan karena udara dan angin kencang yang tiba-tiba saja merasuk ke dalam rumah. Ia menggigil karena takut.

Ketika malam makin larut, Fauzi terus berkomat-kamit membaca doa. Entah berapa ribu bait doa-doa yang ia lafalkan. Tiba-tiba saja, telinganya menangkap suara langkah kaki yang sangat berat. Berdebam-debam dan membuat atap rumah seakan hendak runtuh, disusul gemerincingnya rantai yang terseret di tanah.

Iblis itu datang. Fauzi pun bersiap-siap dengan menggenggam hulu keris dan untaian tasbih di pinggangnya. Dan tanpa diketahui dari mana munculnya, tiba-tiba, iblis itu sudah berdiri di hadapannya. Nafasnya terdengar memburu bak bunyi lokomotif tua.

Sejak kemunculan iblis itu, Sukron langsung jatuh pingsan di dekat kaki Fauzi. Sementara, Mustafa menggigil ketakutan di sudut ruangan.

Kedua tangan raksasa yang sebesar batang pohon pisang itu terulur kearah leher Fauzi. Dengan gerak reflek, Fauzi berdiri dan mengumandangkan takbir berkali-kali. Seiring dengan itu, keris yang terselip di pinggangnya, dihunus dan langsung ditusukkan ke perut iblis itu berkali-kali. Untuk beberapa saat, Fauzi terlibat dalam pertarungan yang amat dahsyat.

Beberapa kali tubuh Fauzi terbanting keras. Tapi dengan gesitnya ia langsung melenting dan berdiri sambil menghujamkan kerisnya ke seluruh tubuh iblis raksasa itu. Bahkan, beberapa kali sabetan tangan kirinya yang menggenggam tasbih berhasil mengenai tubuh si iblis.

Tak lama kemudian, raksasa itu mengeluarkan suara pekikan yang amat keras, seolah bunyi petir yang bersahut-sahutan. Kemudian dengan suara lolongan yang panjang dan menyayat hati, tubuh iblis itu terpental menjebol dinding rumah dan hancur berantakan.

Fauzi mengusap wajahnya berkali-kali sambil mengucap Hamdallah dan menyarungkan kerisnya. Mustafa dan Sukron baru terbangun pada keesokkan harinya, dan keduanya mendapatkan tubuh Fauzi yang tengah tertidur lelap di atas ranjang Pak Tukiman.

***



Pagi itu seluruh penduduk desa geger. Pasalnya, rentenir yang bernama Gondo Kusuma itu mati mendadak di rumahnya. Bahkan menurut keterangan seorang penduduk yang siang itu ikut melayat, saat diketemukan oleh istri dan anak-anaknya tubuh pak Gondo dalam keadaan hangus terbakar.

Jerit tangis pilu pun terdengar di sekitar rumahnya. Namun tak ada seorang pun yang berani mendatangi rumah itu. Bahkan hanya beberapa orang saja yang mengantar jenazah almarhum Gondo Kusumo ke pemakaman. Dengan matinya lintah darat itu, kini, kehidupan di desa itu pun kembali tenang dan damai.

Pak Tukiman beserta keluarganya akhirnya kembali ke rumahnya. Sejak kejadian itu, mereka menjadi hamba-hamba Allah yang taat beribadah.

KEMBALI KE JALAN ILLAHI SETELAH PENGALAMAN DICULIK HANTU KERANDA MAYAT

Penulis : AHMAT





Selama seminggu dia tak sadarkan diri setelah tubuhnya ditemukan di atas kuburan. Pengalaman bertemu hantu itu membuatnya kembali ke jalan Allah....



Banyak orang yang tidak percaya adanya makhluk halus seperti Genderuwo, Kuntilanak, Jin dan sejenisnya. Tapi banyak pula orang yang percaya dan yakin bahwa mereka itu ada. Dan salah satu orang yang percaya adanya makhluk halus itu adalah aku (Penulis)).

Dulunya, aku tidak percaya sama sekali tentang kisah-kisah berbau hantu. Namun hal itu berubah setelah aku sendiri mengalami sebuah peristiwa yang sangat menyeramkan, sekaligus mengerikan. Pengalaman ini pula yang sekaligus memberiku hidayah untuk kembali menjalankan segala perintah Allah SWT. Ya, sejak peristiwa ini aku kembali rajin menjalankan sholat baik wajib maupun sunnat, padahal sebelumnya aku termasuk pemuda yang berandalan. Karena pengalaman ini pula setiap malam aku kian rajin membaca Al Qur'an.

Kisah mistisku ini terjadi di bulan Mei tiga tahun silam. Tepatnya malam Minggu Kliwon, tanggal 23 Mei 2004 yang lalu. Dan sampai sekarang kejadian ini masih membekas jelas di ingatanku. Mungkin ini akan menjadi sebuah pengalaman mistis yang menakutkan sepanjang hidupku.

Sebagai pemuda yang masih lajang, setiap malam Minggu, aku paling suka menonton hiburan dangdutan, yang ditanggap orang yang sedang mengadakan pesta hajatan. Baik itu di kampungku ataupun di kampung-kampung tetangga. Selain sekedar mencari hiburan, siapa tahu ada gadis yang mau denganku untuk kujadikan pacar. Biasanya kami selalu pergi berombongan dengan mengendarai sepeda motor.

Ceritanya, malam itu terpaksa aku pulang sendirian dari menonton acara dangdutan di kampung seberang. Jarak kampungku dengan kampung seberang kurang lebih 2 Km. Jalan penghubung satu-satunya dari kampungku ke kampung seberang harus melalui perkebunan karet.

Entah mengapa kampung itu disebut kampung seberang. Menurut orang-orang tua, di kampungku karena letaknya di seberang sungailah, maka disebut kampung seberang.

Semua teman-temanku malam itu sudah pulang duluan. Sebenarnya salahku sendiri, karena sebelumnya kami sudah sekapat, jam setengah dua belas malam harus sudah berkumpul di satu tempat yang sudah disepakati untuk pulang bersama-sama. Karena keasyikan menonton acara dangdutan, hingga aku lupa pada kesepakatan itu. Mungkin, karena ditunggu-tunggu sampai pukul dua belas aku belum muncul juga, akhirnya teman-temanku memutuskan untuk pulang saja. Semua teman-temanku mengira, aku sudah pulang duluan.

Sialnya, malam itu aku tidak membawa kendaraan sendiri. Sewaktu pergi tadi, aku dibonceng sepeda motor temanku.

Dengan perasaan jengkel, kuputuskan pulang sendirian saja dengan berjalan kaki. Apalagi jarak kampungku tidak begitu jauh. Perasaan takut tak jadi masalah bagiku. Dari kecil aku tak pernah kenal dengan yang namanya takut. Apalagi dengan hantu, aku sama sekali tidak mempercayainya.

Suara jangkrik mengiringi langkahku menyusuri jalanan yang sunyi. Sesekali suara burung hantu terdengar di kejauhan. Pohon-pohon karet berdiri membisu berjajar di kiri-kanan jalan. Untung saat itu bulan sedang purnama, hingga keadaan jalan tidak begitu gelap.

Untuk mengusir kesunyian, sengaja aku bersiul-siul menyanyikan lagu kegemeranku. Anehnya, begitu sampai di tengah-tengah perkebunan karet, entah mengapa tiba-tiba saja badanku merinding. Kulihat jam di tanganku menunjukkan pukull satu malam.

Tiba-tiba sebatang cabang kayu yang cukup besar jatuh tepat di depanku. Suaranya mengejutkanku hingga jantungku hampir copot.

"Satu langkah lagi, habislah aku," batinku.

Karena menghalangi jalan, kucoba untuk menyingkirkan cabang kayu itu kesamping. Belum lagi cabang kayu itu berhasil kusingkirkan, tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan. Nyaring sekali. Hati kecilku berkata, "jangan-jangan ini Kuntilanak!"

Kuperhatikan sekelilingku tetapi tidak ada apa-apa. Kembali suara tawa cekikikan itu terdengar. Kuperhatikan kembali sekelilingku. Tapi tetap tidak ada apa-apa. Hanya pepohonan karet yang berdiri mematung tertimpa cahaya bulan.

Lagi-lagi suara tawa cekikikan itu terdengar. Kali ini malah lebih keras dan berulang-ulang. "Benar ini pasti Kuntilanak!" kataku dalam hati.

Karena suara tawa itu terus saja terdengar, bukanya takut malah timbul rasa jengkelku. Dengan penuh emosi, aku berteriak menantang.

"Heiii...Kuntilanak! Jangan ganggu aku. Kalau berani jangan sembunyi-sembunyi, tunjukkan wujudmu. Kau pikir aku takut, dasar setan. Keluar kau!"

Begitu aku selesai berteriak, suara tawa itu pun berhenti. Karena dari kecil aku dikenal sebagai anak yang pemberani menghadapi keadaan seperti ini, tidak ada setitik pun rasa takut di benaku. Malah timbul rasa penasaranku. Seperti apa sih Kuntilanak itu. Kutunggu beberapa saat, tapi suara tawa itu tidak terdengar lagi.

Dengan perasaan jengkel kembali aku bermaksud melangkahkan kakiku. Tapi belum sempat kakiku melangkah, tiba-tiba bahuku ada yang menepuk dari belakang, diiringi sapaan suara perempuan. "Baaang!"

Dengan terkejut, buru-buru kuputar badanku menghadap kebelakang.

Seorang perempuan dengan wajah tertunduk berdiri tepat di belakangku. Entah darimana datangnya. Buru-buru aku mundur beberapa langkah ke belakang, sambil terus memperhatikan perempuan itu. Kulihat baju putih panjangnya menutupi kaki dan tangannya.

Dan tiba-tiba saja tercium bau bunga kantil. Belum sempat aku bertanya pada perempuan itu, tiba-tiba dengan berlahan-lahan perempuan itu menengadahkan mukanya. Di keremangan malam, kulihat wajah perempuan itu pucat sekali. Kedua matanya bolong. Dan dari kedua lubang matanya, memancar sinar merah. Rambutnya acak-acakan.

Spontan rasa takut menyergapku. Baru kali ini aku merasakan ketakutan. Jantungku berdebar kencang manakala secara tiba-tiba perempuan itu tertawa cekikikan sambil memperlihatkan taringnya. Lalu kedua tangannya diacungkan padaku, seolah ingin mencekikku. Kembali aku dibuat terkejut. Ternyata jari-jari tangannya tinggal tulang semua.

"Kun...Kun...Kuntilanak!!" teriakku dengan tergagap. Tanpa pikir panjang lagi kuambil langkah seribu.

Melihat aku lari, Kuntilanak itupun ikut berlari mengejarku. Sekilas dapat kulihat tubuhnya melayang-layang terbang, dengan suara cekikikannya yang mengerikan.

Dengan sekuat tenaga kupercepat lariku. Tapi Kuntilanak itu terus saja mengejarku dengan disertai suara tawanya yang menakutkan. Sementara rasa takut yang kurasakan, semakin menjadi-jadi. Baru kali ini aku merasakan takut yang teramat sangat.

Di saat genting itu, tiba-tiba ada cahaya lampu dari depanku. Begitu ada cahaya lampu, suara tawa Kuntilanak itupun hilang. Dengan terengah-engah kuhentikan lariku. Kulihat ke belakang ternyata benar Kuntilanak itu sudah menghilang. Mungkin karena takut dengan cahaya lampu itu, pikirku.

Sambil mengatur nafas, kutunggu cahaya lampu yang kukira lampu sepeda motor itu mendekat. Kupikir mungkin salah seorang temanku yang ingin menjemputku. Tapi semakin dekat cahaya lampu itu ke arahku, ternyata bukan suara sepeda motor yang terdengar. Justru bau kemenyan dan bunga kantil yang menusuk hidung. Kembali rasa takut mulai menjalariku.

Begitu cahaya lampu itu tiba di depanku, aku pun nyaris pingsan dibuatnya. Astaga! Ternyata cahaya itu adalah rombongan hantu pengusung keranda mayat. Mereka berjalan tanpa menginjak tanah. Badanku seolah tidak berdarah lagi. Jantungku berdegup kencang.

Keberanian yang dulu kubangga-banggakan hilang sudah. Dengan amat jelas kulihat satu orang tanpa kepala dengan leher berlumuran darah, membawa lampu berupa bulatan cahaya yang sangat terang.

Empat orang pengusung keranda mayat, mukanya hancur semua. Dengan badan dipenuhi bercak-bercak darah di sana-sini. Sementara orang-orang yang mengiringi di belakang, tubuhnya juga tidak ada yang utuh.

Mataku melotot tidak bisa dikedipkan. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengerikan sekali.

Tiba-tiba, rombongan pengusung keranda mayat itu berhenti saat lewat di depanku. Lalu secara serentak makhluk-makhluk mengerikan itu memalingkan wajahnya dan menatap ke arahku.

Rasa takut yang kurasakan semakin menjadi-jadi. Nafasku memburu karena menahan takut. Wajah-wajah makhluk itu sangat mengerikan. Mereka menatapku dengan tajam. Lalu salah seorang datang mendekatiku. Wajah berlumuran darah mengerikan. Salah satu matanya menggantung keluar hampir copot. Isi perutnya terburai keluar. Dengan jalannya yang seperti robot, makhluk itu mendekatiku.

Ingin rasanya aku lari, tapi kedua kakiku tidak dapat digerakkan. Lalu dengan cepat tangan makhluk itu mencengkeram bahuku. Kucoba meronta melepaskan cengkeramannya. Tapi tidak berhasil. Tenaga makhluk itu sangat kuat sekali. Tubuhku diangkatnya dengan mudah. Lalu dengan cepat tubuhku dilemparkan kearah keranda mayat.

Tubuhku melayang menuju keranda. Dengan tiba-tiba pula, penutup keranda itu terbuka sendiri. Lalu dengan telak tubuhku jatuh ke dalam keranda itu. Dengan cepat penutup keranda itupun menutup kembali.

Aku sudah di dalam keranda, meronta-ronta kesana kemari. Dengan sekuat tenaga kucoba membuka penutup keranda itu. Tapi sungguh sangat sulit.

Aku coba berteriak meminta pertolongan. Tapi tak ada satu katapun yang bisa keluar dari mulutku. Bagai tikus terkena perangkap, aku terus saja meronta-ronta kesana-kemari. Sambil terus berusaha membuka penutup keranda, tapi usahaku sia-sia.

Lalu dengan bersamaan, makhluk-makhluk itu tertawa mengerikan. Kemudian mereka mulai lagi berjalan dengan membawaku, yang terus meronta-ronta. Karena dicekam rasa takut yang teramat sangat, ditambah tenagaku yang semakin lemah, akhirnya aku pun jatuh pingsan. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi.

***



Sayup-sayup kudengar suara orang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sesekali diiringi suara orang memanggil-manggil namaku. Dengan berlahan-lahan kucoba membuka mataku. Kulihat disamping kananku ada Pak Haji Ismail yang tengah khusuk membaca Al-Qur'an. Sementara di samping kiriku, kulihat Ibuku yang tengah memandangiku dengan kedua matanya yang sembab, menandakan kalau Ibuku habis menangis.

Begitu melihat aku membuka mata, langsung Ibuku memelukku dan menciumi pipiku sambil terus menangis.

"Alhamdulillah Ya Allah, kau sudah sadarkan diri, Anakku. Terima kasih ya Allah," ratap Ibuku berkali-kali.

Ayahku yang duduk di samping Ibuku, segera menenangkan Ibuku yang terus menangis memelukku. Sementara aku hanya diam. Aku bingung, apa sebenarnya yang telah terjadi denganku.

Pak Haji Ismail yang sedari tadi duduk di sampingku membaca Kalam Illahi, dengan senyumnya yang teduh menyuruhku meminum segelas air putih yang sudah disediakan.

"Sudah satu minggu kamu pingsan, Mat! Kamu ditemukan tergeletak pingsan di tengah kuburan." kata Pak Haji menjelaskan.

Mendengar kata kuburan, aku teringat kembali pada kejadian yang menimpaku. Dengan perasaan yang masih diliputi rasa takut, kuceritakan semua kejadian yang kualami dari awal sampai akhir. Semua orang yang hadir di ruangan itu bergidik ngeri mendengarkan ceritaku.

Sejak kejadian itu hingga sekarang, aku kian rajin mendekatkan diri pada Allah SWT. Kukerjakan lagi sholat, setelah sekian lama kutinggalkan. Kubuka lagi kitab suci Al-Qur'an, setelah sekian lama tidak pernah kubaca. Walaupun kejadian itu masih membuatku trauma pada kesunyian, namun aku kian menyadari bahwa memang ada dimensi kehidupan lain yang diciptakan Allah SWT di samping kehidupan manusia yang nyata ini.

Semoga pembaca semua dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang kualami ini.

GARA-GARA ULAH ANAK AMBAR USAHA NYARIS HANCUR

Penulis : GOENAWAN WE





Peristiwa ini dikisahkan oleh Bu Arni, kepada Penulis. Gara-gara ulah anak ambar, usaha cateringnya nyaris bangkrut....



Banyak yang tidak percaya bahwa kelahiran anak yang belum waktunya, orang Jawa lebih suka menamakan trekan atau anak ambar, maka di alam gaib mereka akan tumbuh dan berkembang. Meski lain dunia dengan ayah dan ibunya, menurut kepercayaan, anak ambar ini suatu saat pasti akan meminta sesuatu pada orang tuanya. Kadang ulahnya bikin pusing si orang tua, seperti apa yang dialami Bu Arni.

Tahun 1964, Bu Narni mengandung yang pertama kali dari perkawinannya dengan suami terkasih Bapak Yam. Bayi yang sangat didambakan ini, sayangnya pada usia kandungan 3 bulan, harus keluar ke dunia atau keguguran. Bayi ini dikuburkan di halaman belakang. '

Tahun 1980, rumahnya terkena gusuran proyek PBS, dan dipaksa pindah tempat, termasuk kuburan bayi tersebut dipindahkan di makam leluhurnya. Saat dipindahkan ini, malamnya Bu Narni bermimpi ditemui pemuda ABG yang mengaku sebagai putranya. Wajahnya tampan dan berkulit putih.

“Dia minta dibelikan baju dan celana baru. Tapi waktu itu saya tak tahu siapa dia. Setelah saya tanyakan pada sesepuh kebatinan yang kebetulan masih Eyang saya sendiri, dikatakan kalau pemuda itu anak pertama saya yang keguguran,” cerita Bu Arni.

Sesuai permintaan, pakaian dan celana ditaruh di kuburan si anak ambar yang telah diberi cungkup kecil.

Tahun 90-an, pemuda yang sama menemuinya lagi. Dia menangis dan bersujud di pangkuan Bu Narni.

Dalam pertemuan dua dimensi itu, pemuda itu ternyata di alamnya sana belum dikasih nama. Ia minta diberi nama. Oleh Eyangnya, pemuda di alam lain itu diberna nama Bagus Anggoro. Prosesi pemberian nama ini juga harus dilakukan dengan tradisi bancakan atau pemberian nasi gudangan pada anak-anak kecil sekampung.

Cukup lama juga Bagus Anggoro tak menemui ibunya. Kebetulan Bu Arni punya usaha catering. Menginjak tahun 2004, usaha cateringnya mulai mendapat cobaan. Sepi dan tak laku. Berbagai usaha pembenahan namun tetap saja jebol. Bu Arni selallu merugi.

Akhirnya, Bu Arni meminta petunjuk Eyangnya, Wongso Suyuso. Saat Eyang Wongso melakukan ritual dialog, tampak pemuda yang sudah cukup umur datang menghadap dengan wajah kesal dan marah.

“Kamu itu siapa, kok mengganggu anakku Arni?” tanya Eyang Wongso.

“Eyang ini sama saja, masa lupa sama cucunya sendiri. Aku Bagus Anggoro, anak pertama Bu Arni.” Jawabnya.

“Kalau kamu anaknya, kenapa mengganggu ibumu?” tanya Eyang Wongso.

Bagus Anggoro, pemuda dari dimensi lain yang dilahirkan dari garba Bu Arni ini tertunduk. Dia kesal dan lalu menangis, “Ibu tak sayang padaku. Aku kan sudah banyak membantu, tapi kenapa ibu tak pernah memperhatikanku."

Dari dialog itu, ternyata Bagus Anggoro merasa tak diperhatikan orang tuanya. Makanya dia bikin ulah, rejeki yang mengalir dari usaha catering ibunya itu dikacau. Uang itu diambil dan disembunyikan di alamnya sana.

"Lalu apa yang kamu inginkan?" tanya Eyang Wongso.

"Aku minta dibelikan cincin!"

"Untuk apa?"

"Bagus, kan, sudah besar, ya, untuk tunangan."

"Oh, jadi kamu mau kawin, to?”

“Iya!” ujarnya.

Hasil dialog gaib ini segera disampaikan pada Bu Narni dan segera saja dibelikan cincin kawin sepasang. Pada malam yang telah dihitung (hari baik) cincin itu dikuburkan di nisan Bagus Anggoro.

Malam harinya Bagus Anggoro menemui ibunya lewat mimpi. Ia membawa calon istrinya, wanita yang amat cantik.

Setelah itu Bu Arni terbangun dengan peluh bercucuran. Keesokan paginya, ia langsung datang ke rumah Eyang Wongso Suyono, dan menceritakan apa yang telah terjadi semalam.

Menurut Eyang Wongso, anak ambar di alam sana juga tumbuh seperti manusia. Bahkan juga kawin segala. Mereka membentuk komunitas tersendiri, pisah dengan alam jin dan alam arwah. Peristiwa seperti ini memang sangat sulit diterima akal sehat.

Sejak itu, usaha Bu Arni mulai membaik dan tak lagi ada gangguan yang misterius. Fenomena seperti ini masih sering kali terjadi dilingkungan kita.

DUA PUSAKA PENCABUT NYAWA

Penulis : HESTI INDRA





Kisah tentang keris pusaka yang membawa kutukan dan pencabut nyawa bukanlah cerita klise semata. Kisah-kisah mistis berikut ini membuktikannya....



Pedang Luwuk menjadi amat terkenal semasa terjadi perang saudara antara Bre Wirabumi (Blambangan) dengan Ratu Ayu Kenconowungu (Majapahit). Perang yang menghancurkan Majapahit ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan Paregreg.

Ribuan nyawa terbantai karena ambisi kekuasaan dan keegoan para pemimpin ketika. Dan salah satu pusaka yang paling ditakuti pasukan Majapahit kala itu adalah Pedang Luwuk, sebuah pedang yang bentuknya sederhana, hitam legam, dengan ciri khas di bagian yang tajam ada gambar matahari terbelah yang jumlahnya "ganjil" (satu, tiga, atau lima). Keampuhan pedang ini sangat luar biasa.

Dinamakan Pedang Luwuk, karena dibuat oleh seorang Empu yang bernama Ki Luwuk. Dan dalam proses pembuatannya untuk menyepuh digunakan bisa (upas) ular Luwuk yang racunnya terkenal sangat mematikan. Siapa pun akan membiru dan mati dengan sangat menyakitkan.

Bila orang yang menggerakan Pedang Luwuk ini mampu menguasai ilmu Postipnotis, maka sekali watek saja, musuh yang jumlahnya ratusan akan terkena perbawa Pedang Luwuk dan keracunan semua. Dalam perang Paregreg, pasukan Majaphit banyak sekali yang mati karena Pedang Luwuk ini.

Sedangkang Pedang Luwuk yang khusus untuk pejabat tinggi, proses pembuatannya juga agak istimewa dibagian "pamor" matahari terbelahnya setelah disepuh harus ditempelkan pada vagina perawan suci yang baru mendapatkan haid pertama kali. Sehingga pedang khusus ini selain memiliki bisa yang luar biasa, juga punya daya pekasih yang tinggi.

Pemegang Pedang Luwuk khusus ini akan banyak dicintai kaum wanita. Konon, gadis yang habis ditempeli pedang ini, keesokan harinya akan mati, dan atsma-nya berpindah dalam Pedang Luwuk. Ciri khusus Pedang Luwuk yang satu ini, warangkanya pasti terbuat dari perak, ukirannya juga perak murni.

Sekitar tahun 2002 awal bulan Suro, seorang rekan Penulis yang tinggal di Banjarmasin yang memiliki Pedang Luwuk ini menjamaskannya pada tukang jamas pribadinya. Seperti biasa, setiap 1 Suro jamasan Pedang Luwuk ini harus khusus yaitu dimandikan dengan darah ayam cemani jantan.

Kebetulan, bersamaan dengan itu, ada seorang dokter yang juga memiliki Pedang Luwuk sama dengan milik rekan Penulis, Nur Ilham. Diapun juga menyerahkan satu ayam cemani jantan untuk penjamasan.

Pak Ode, si tukang jamas ini merasa merasa sayang menyembelih 2 ekor ayam untuk menjamas 2 pusaka Pedang Luwuk tersebut. Karena itu hanya satu saja yang disembelihnya untuk jamasan 2 pusaka ttersebut.

Sesaat setelah jamasan memang tidak terjadi apa-apa. Namun, satu minggu setelah itu, Pak Ode jatuh sakit dan harus diopname. Padahal dia belum pernah sakit selama ini.

Hanya tiga hari sakit Pak Ode langsung meninggal dunia. Tubuhnya yang semula pucat pasi seperti kehabisan darah, menjadi kebiru-biruan.

Kejadian ini baru diketahui oleh Nur Ilham, saat ia melayat ke rumah Pak Ode. Ilham terkejut sebab ternyata di belakang rumah Pak Ode masih terdapat seekor ayam cemani jantan miliknya. Saat ditanyakan kepada salah seorang putra almarhum, barulah terkuak misteri aneh itu. Ternyata untuk penjamasan mandi darah ayam cemani hanya disembelih satu ekor ayam saja.

Menyimak penjelasan ini, apa mungkin khodam Pedang Luwuk yang bersamayam di pusaka milik Nur Ilham dan dokter itu menjadi murka dan marah lalu menyerang Pak Ode yang dianggap tak jujur?

Sukar sekali dijelaskan dengan fakta yang ada. Namun kata tenaga medis, Pak Ode terkena racun ular berbisa yang mematikan. Ketika datang ke RS sudah dalam keadaan sangat akut, sehingga nyawanya sulit tertolong. Anehnya, Pak Ode tak pernah dipatuk ular sebelum jatuh sakit.

"Dua hari setelah Pedang Luwuk saya jamaskan ditempatnya Pak Ode, malam harinya saya ditemui dua perwujudan seperti munyuk (orang hutan). Mereka tampak marah dan ingin segera pulang. Kalau yang pakai jamang saya, kenal, dia khodam pusaka saya yang sudah sering saya jumpai. Tapi yang lebih besar dan agak liar aku tak kenal. Mungkin khodam pusaka dokter itu," cerita Nur Ilham kepada Misteri.

Nasi sudah menjadi bubur. Keteledoran yang sepele saja harus ditebus dengan nyawa. Itulah kalau main-main dengan alam halus, apalagi penghuni jagad lelembut itu yang memiliki pemberang seperti khodam Pedang Luwuk. Alangkah baiknya bila tak memahami seluk beluk pusaka, lebih baik tak usah menyentuhnya.



TUMBAL PUSAKA KYAI NOGO PASUNG

Kisah tentang keris pusaka yang membawa kutukan dan pencabut nyawa bukanlah cerita klise semata. Seperti Keris Mpu Gandring yang melegenda karena mencabut 7 nyawa ksatria utama. Juga Keris Setan Kober yang menggegerkan intrik kekuasaan Demak Bintoro.

Meski tak sebesar kedua keris pencabut nyawa tersebut, di era millenium ini, masih banyak pusaka yang juga haus darah. Pusaka berornamen seekor naga berlekuk 9 ini mencabut beberapa nyawa tak berdosa. Oleh pemiliknya, pusaka kutukan ini diberi nama Kyai Nogo Pasung.

Bermula dari seorang pedagang tosan aji yang bermukim di Polokarto, Miclas Prijanto. Kebetulan dia ditawari agar memahari sebilah pusaka oleh seseorang yang merasa tak kuat ditempati pusakanya.

Setelah dilihat ternyata pusaka itu ber-ornamen seekor naga berlekuk 9. Pemiliknya minta agar dimahari 3,5 juta rupiah.

Setelah terjadi tawar menawar harga, akhirnya disepakati dan dilepas dengan mas kawin 1.250.000 rupiah. Dan jadilah pusaka itu menjadi milik Michlas Prijanto. Karena dia pedagang, maka segera saja ditawarkan pada para pelanggannya. Memang banyak yang meminatinya untuk dijadikan koleksi maupun diambil tuahnya.

Dan yang paling getol mengejar adalah Pak Madi, penggemar tosan aji dari Semarang. Kala itu dilepas dengan mahar 2 juta rupiah. Anehnya, baru dua bulan pusaka itu dibawa Pak Madi, dikembalikan lagi ke kios Michlas Prijanto. Wajah Pak Madi tampak kurus kering, kelihatannya habis sakit yang cukup kritis.

"Pak Michlas, pusaka ini saya kembalikan. Terserah Bapak, mau mengembalikan mahar saya berapa," kata Pak Madi lirih sambil menyerahkan pusaka Kyai Nogo Pasung.

"Memangnya kenapa tho, Pak Madi?" tanya Michlas ingin tahu.

Tadinya Pak Madi tak mau menceritakan kisah tragis yang menimpa keluarganya. Setelah ketempatan tosan aji ini, hanya dalam kurun waktu 2 bulan, ia kehilangan 2 anaknya yang disayangi, akibat sakit yang aneh dan kecelakaan lalu lintas. Dan dirinya mulai didera sakit-sakitan. Anehnya, setiap malam Jum'at, Pak Madi selalu mimpi melihat seekor naga hanya kepalanya saja, menghisap darah manusia.

Mendengar hal itu, Michlas merasa kasihan. Ia hanya memotong 10 persen dari total pembelian dahulu. Pusaka itu kembali jadi milik Michlas. Dia lalu membawa pusaka Nogo Pasung ke rumahnya. Anehnya, hanya dalam waktu satu bulan saja, istrinya sakit parah dan harus opname di rumah sakit. Sejak ada pusaka itu Michlas pun mengaku selalu kacau pikirannya, bahkan beberapa kali ia terjatuh dari sepeda motornya. Lalu ia mulai mengkait-kaitkannya dengan Nogo Pasung.

Beruntung, dalam waktu tak lama ada orang dari Temanggung yang menanyakan Kyai Nogo Pasung. Orang itu sayangnya hanya berani menawar 1 juta rupiah saja. Karena Michlas ketakutan dengan Kyai Nogo Pasung, segera saja diberikan. Legalah dia sejak pusaka kutukan pergi, keluarganya normal kembali seperti sedia kala.

Tiga bulan berlalu dengan damai. Dan di suatu siang, tiba-tiba orang dari Temanggung yang pernah memahari pusaka Kyai Nogo Pasung datang lagi. Hati Michlas deg-degan tak karuan. Ia menduga pasti pusaka kutukan itu akan dikembalikan lagi. Dugaannya ini memang benar.

Menurut cerita pembeli terakhir ini kepada Michlas, kejadian yang dialaminya jauh lebih tragis lagi. Rumahnya kebakaran dan habislah harta bendanya. Anehnya saat terjadi kebakaran, meski almari tempat menyimpan pusaka ini jadi abu, kotak penyimpanan Kyai Nogo Pasung hanya gosong saja, dan pusaka dan warangkanya utuh.

Hanya dalam tiga bulan menyimpan pusaka ini, tujuh kali dia mengalami musibah serius. Meski tak sampai meminta tumbal korban jiwa. Sang pemilik terakhir mendesak Michlas agar mau mengambil kembali pusakanya ini, atau paling tidak dititipkan untuk dimaharkan ke orang lain.

Michlas si pedagang tosan aji ini benar-benar serba ketakutan dengan pusaka ini. Beruntung saat itu ada Engkong, seorang suhu keturunan Thionghoa yang katanya tinggal di Jakarta (Tebet). "Orang-orang tosan aji hanya tahu nama beliau Engkong saja," cerita Michlas.

Engkong sangat tergiur pada pusaka itu. Michlas segera saja menyerahkan pusaka itu pada Engkong. Dan waktu itu oleh Engkong hanya dimahari 750 ribu rupiah saja. Dengan teliti Engkong mengamati bilah pusaka tersebut. Tampaknya dia sangat memahami getar-getar gaib yang tersimpan di dalam bilah pusaka sangar ini.

Menurut Engkong, tangguh pusaka ini dibuat zaman kerajaan Pajang. Dapurnya biasa disebut Nogo Nowo atau biasa dinamakan Kyai Nogo Pasung. Pembawaannya sangat keras dan kasar. Bila tak mampu mengendalikan perangainya pusaka ini akan membawa bencana, bahkan sampai tumbal nyawa. Hanya cocok digunakan oleh orang yang bergerak dalam bidang kemiliteran. Perbawanya, akan membatasi ruang gerak musuhnya atau lawan politiknya.

Bila dibawa ke medan pertempuran dan dilepas dari warangkanya, akan tampak terlihat seekor naga hitam yang sangat besar seperti mengamuk.

Kebetulan waktu itu Penulis ada dilokasi tempat transaksi pemaharan itu berada. Dan sebelum dibawa Engkong, pusaka Kyai Nogo Pasung dapat diabadikan terlebih dahulu.

Memang, sebaiknya berhati-hati dengan bilah pusaka. Bila tak paham lebih baik tak usah menyentuhnya. Apalagi mengoleksinya.

MENIKAHI PUTERI JIN GUNUNG SEMERU

Penulis : ABDUL MADJID





Dari pernikahan dengan puteri jin Gunung Semeru itu, ia dikaruniai beberapa orang anak. Meski kini mereka hidup di alam terpisah, namun anak-anak itu kerap masih mengunjunginya....



Peristiwa pernikahan antara manusia dan jin masih menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Kontroversi tentang hal itu bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, para ulama pun saling beda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa pernikahan mahluk dari dua alam berbeda ini tidak mungkin terjadi, tetapi pendapat lain mengatakan hal itu bisa terjadi jika Allah menghendaki. Sebab, "Tidak ada yang mustahil bagi Allah jika Dia telah menghendaki". Begitu dalil yang dikemukakan oleh mereka yang mempercayai fenomena yang cukup asyik diperdebatkan ini.

Peristiwa yang dituturkan dalam tulisan ini adalah sebuah kisah nyata, yang dialami seorang pemuda bernama Achmad Rais Abdillah, pada tahun 1976. Pemuda itu sekarang telah menjadi seorang Kyai sekaligus mengasuh pondok pesantren Tahfidz Al-Quran Mathlaul Huda di Pekon Ambarawa, Pringsewu, Tanggamus.

Bagaimana peristiwa itu terjadi? Berikut kisah mistisnya....

Diceritakan, pada suatu hari di tahun 1976, matahari masih miring 45 derajat di arah Timur, Rais Abdillah masih santai di rumahnya ketika seorang temannya bernama Hatib datang menjemputnya. Hatib mengajaknya memancing ikan di sungai Brego. Sungai ini berada di Alas Purwo, di kaki Gunung Raung, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Tempat mancing itu berjarak sekitar 30 km dari rumah orang tua Rais Abdillah, yakni di Desa Kemuning Sari Kidul, Kec. Jenggawah, Kab. Jember, Jawa Timur. Sejak lama kawasan Alas Purwo dipercaya sangat angker, sehingga jarang sekali orang yang berani masuk ke dalamnya.

Hari itu, Rais Abdillah dan Hatib berangkat ke sungai Brego mengendarai sepeda motor. Sesampai di tempat tujuan keduanya memarkir sepeda motor di tepi sungai, lalu keduanya pun memancing ikan.

Karena asyik mancing, tak terasa waktu bergulir hingga tiba saatnya shalat Dzuhur. Hatib masih saja memancing ketika terdengar suara adzan. Sementara itu, Rais Abdillah buru-buru berwudlu untuk segera shalat. Saat mengambil air wudlu inilah tiba-tiba ia mendengar suara perempuan yang menyapanya, "Permisi, Mas! Aku tersesat, apa boleh aku bertanya?"

Mendengar sapaan itu, Rais spontan menoleh ke arah asal suara. Dilihatnya ada seorang wanita cantik duduk di punggung kuda putih. Pakaian wanita itu berupa baju sutera hijau, yang menutup seluruh tubuhnya dari leher hingga mata kaki. Aneh, dari mana datangnya wanita itu? Pikir Rais.

Sesaat mata Rais Abdillah beradu pandang dengan wanita itu. Dengan terheran-heran Rais melangkah mendekati si gadis. Karena merasa aneh ada wanita cantik di tengah Alas Purwo, Rais pun memberanikan diri bertanya, "Adik ini siapa? Kok berani main di hutan sendirian?"

Yang ditanya tersenyum menawan. "Saya tersesat, Mas. Teman-teman sudah pulang semua, saya ditinggal sendirian. Dan, saya tidak tahu jalan pulang. Mas bisa mengantar saya, kan?" kata gadis itu, penuh harap.

Aneh, seperti dihipnotis Rais Abdillah mengiyakan permintaan gadis itu. "Tapi, adik pulangnya kemana?" tanyanya.

"Ke Gunung Semeru, Mas!" jawabnya singkat.

Rais semestinya bingung mendengar jawaban itu. Namun, karena ada kekuatan gaib yang mempengaruhinya, maka dengan entengnya ia menjawab, "Baiklah kalau begitu, saya naik motor dan kamu naik kuda," demikian kata Rais.

"Kita naik kuda saja. Motornya ditinggal di sini," kata gadis misterius itu dengan suara manja.

Rais termenung sesaat. "Ya sudah, saya duduk di depan, kamu di belakang," kata Rais mengalah.

"Masak begitu? Mas yang di belakang, saya di depan," rajuk si gadis dengan suara manja.

Sekali lagi Rais mengalah. Mereka lalu naik ke punggung kuda meninggalkan Alas Purwo menuju Gunung Semeru. Jarak Alas Purwo dengan Gunung Semeru sekitar 200 Km. Sungguh, sebuah jarak yang lumayan jauh.

Anehnya, lari kuda yang mereka tunggangi itu makin lama makin kencang dan perlahan-lahan bahkan mengangkasa. Rais Abdillah dapat menyaksikan dengan jelas pohon-pohon di Alas Purwo yang berada di bawah mereka. Tapi, saat itu mulutnya seakan-akan terkunci untuk bertanya. Bahkan, dia merasa hal itu wajar saja.



Aroma Cinta

Dalam perjalanan itulah, Rais merasakan aroma wangi dari tubuh wanita itu. Ia lalu menyorongkan wajahnya ke muka untuk melihat wajah si gadis yang duduk di depannya. Rais terperangah. Gadis itu ternyata sangat cantik dan berkulit halus mulus. Sebagai pemuda baru kali ini Rais melihat gadis yang kecantikannya luar biasa. Lalu muncul hasratnya untuk memperisteri si gadis.

"Namamu siapa, Dik?" tanya Rais tanpa basa-basi. Sejak pertemuan di pinggir Sungai Brego tadi keduanya belum mengetahui nama masing-masing.

"Maimunah, Mas!" jawabnya. Suara gadis itu terdengar merdu sekali.

"Kamu mau jadi isteri saya?" Rais kembali bertanya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa bisa nekad begini.

"Saya mau, asal Abah saya mengizinkan," katanya memberi angin, seraya minta Rais Abdillah menyampaikan hal itu kepada ayahnya sesampai mereka di rumah nanti. Maimunah kemudian menuturkan bahwa dirinya punya limabelas saudara perempuan yang semuanya sangat mirip dengannya.

"Jika Abah mengizinkan Mas menikahi saya, maka Abah akan meminta Mas menunjuk diri saya dengan tepat diantara enambelas gadis (termasuk dirinya) yang semuanya serupa," papar Maimunah. "Kalau Mas bisa menebak dengan tepat, maka saya jamin kita pasti akan dinikahkan," tambahnya.

"Lalu bagaimana saya bisa membedakan Adik dengan saudara-saudaramu?" tanya Rais Abdillah.

"Nanti akan ada tanda. Saat Mas disuruh menebak, akan ada seekor samberlilen (sejenis serangga yang biasa digunakan untuk bahan pembuatan Susuk Kecantikan-Red) hinggap di salah satu bahu kami. Nah, itulah saya," katanya.

Singkat cerita, tibalah mereka di kampung halaman Maimunah, yakni sebuah perkampungan bangsa jin di puncak Gunung Semeru. Kehidupan di sana hampir sama dengan kehidupan manusia. Di sana ada pasar, masjid, kios-kios pedagang, dan orang-orang yang hilir mudik.

Sesampai di rumah, mereka disambut ayah Maimunah. Sang ayah mengaku bernama Haji Abdullah. Rais pun diperkenalkan dengan limabelas saudara perempuan Maimunah. Rais terperangah, karena semuanya sangat mirip dengan Maimunah, gadis yang baru saja bersamanya tadi. Saat itu Rais tidak dapat membedakan mana Maimunah dan mana yang bukan.

Setelah istirahat beberapa saat, Haji Abdullah bertanya padanya tentang minatnya mempersunting Maimunah.

"Iya, saya ingin memperistri Maimunah, puteri Bapak," kata Rais.

"Saya tidak keberatan, asal Ananda bisa menebak dengan tepat yang mana Maimunah di antara limabelas saudara-saudaranya itu," kata Haji Abdullah memberi syarat.

"Baiklah, saya siap," timpal Rais Abdillah.

Maka acara menebak pun dimulai. Haji Abdullah memanggil keenambelas puterinya agar berkumpul. Setelah mereka berkumpul Rais dipersilakan menebak. Rais pun mulai berputar-putar di sekitar keenambelas puteri jin itu. Dia kebingungan menebak, karena tanda-tanda yang disebutkan Maimunah belum tampak.

Namun, tak lama kemudian seekor samberlilen masuk ke ruangan itu, berputar-putar sejenak, lalu hinggap di bahu salah seorang gadis puteri Haji Abdullah. Tanpa menunggu lama-lama Rais langsung menunjuk gadis itu sebagai Maimunah.

"Yang itu!" seru Rais Abdillah, yang langsung disambut dengan pelukan oleh Haji Abdullah.

"Tepat, ternyata Ananda punya pandangan makrifat. Belajar dimana ilmu makrifat itu?" kata Haji Abdullah. Setelah itu tuan rumah pun langsung menggelar acara pernikahan puterinya dengan Rais Abdillah. Acara berlangsung dengan tatacara Islam, namun sangat sederhana.



Pulang ke Kampung

Setelah resmi menjadi menantu Haji Abdullah, Rais diminta mertuanya untuk membantu berdagang. Tugasnya adalah menjaga kios milik mertuanya, yakni sebuah kios yang menyediakan semua kebutuhan dapur. Mulai dari beras, kunyit, jahe, merica dan segala bumbu dapur komplit tersedia.

Perkawinannya dengan puteri jin ini membuahkan tiga orang puteri, yang masing-masing diberi nama Hunainah, Dalilah, dan Fatihah.

Waktu terus berjalan. Tak terasa telah sepuluh tahun berlalu, Rais tiba-tiba rindu pada ibunya di kampung. Dia lalu mengutarakan hal itu pada mertuanya. Sang mertua maklum, dia memberi izin Rais pulang sekalian membawa anak dan isterinya.

Tapi sayang, isterinya tidak bersedia ikut Rais ke kampungnya. Alasannya, dia tidak bisa pisah dengan orang tuanya. Rais diminta memilih, tetap tinggal bersamanya atau ingin pulang tapi mereka harus bercerai.

Karena merasa sudah sangat lama tidak bertemu ibunya, Rais pun memilih berpisah dengan isterinya. Terpaksa ia harus pulang sendiri ke kampung halamannya. Namun, perceraian itu tidak membuat mereka bertengkar. Mereka bercerai secara baik-baik. Bahkan, ketika hendak berangkat Rais dibekali oleh mertuanya sekeranjang kunyit. Ia pun dipinjami kuda putih yang pernah ia tunggangi bersama isterinya, Maemunah. Rais Abdillah kemudian dilepas oleh isteri dan anak-anaknya beserta mertua dan adik-adik ipar yang limabelas orang itu. Suasana haru mengantar kepergian Rais Abdillah.

Sebagaimana ketika berangkatnya dulu, ketika pulang inipun kuda yang dia tunggangi tidak menjejak tanah. Kuda jin ini meluncur di angkasa kira-kira dua kali tinggi pohon kelapa. Dalam perjalanan itu pula ia dapat menyaksikan aktivitas penduduk yang dilewatinya. Ia melihat dengan jelas beberapa tetangganya yang tengah ngobrol di pasar, di jalan, bahkan ada yang sedang mengayuh becak. Ketika berjumpa dengan para tetangganya itu, ia ceritakan apa yang dilihatnya tadi, para tetangganya membenarkan.

Yang membuat heran para tetangganya, tempat mereka beraktivitas antara satu dengan yang lainnya berjauhan, terpisah sampai puluhan kilometer. Dan mereka tahunya Rais Abdillah berada di Alas Purwo. "Kok kamu tahu? Padahal saat itu kamu di Alas Purwo?" tanya seorang tetangganya terheran-heran. Rais hanya tersenyum saja.

Mengenai kunyit pemberian mertuanya tadi, oleh Rais dibuangnya satu persatu di sepanjang perjalanan. Ketika mendekati kampungnya kunyit itu hanya tersisa satu. Yang terakhir ini tidak dibuangnya, karena bentuknya unik, yakni menyerupai sebuah gelang. Karena bentuknya itulah, maka Rais pun memakainya sebagai gelang ditangan kiri.

Kuda yang ditungganginya kemudian turun, lalu menepi di Sungai Brego, Alas Purwo, tempat dimana pertama kali Rais bertemu Maimunah. Setelah itu kuda dari Gunung Semeru itu lenyap. Rais lalu pulang ke rumahnya.

Setiba di rumah Rais langsung menjumpai Ibunya. Sang Ibu menyambutnya dengan peluk cium penuh haru. Namun, Rais tidak menceritakan pengalamannya. Namun yang pasti, ketika tiba di hadapan ibunya Rais baru menyadari bahwa kunyit yang tadi dipakainya di tangan ternyata adalah emas. Ia lalu membawa emas itu ke toko emas untuk diperiksa. Hasilnya sangat mengejutkan, emas itu kadarnya 24 karat dengan berat hampir satu kilogram.

Sampai sekarang, anak-anak saya yang dari bangsa jin itu sering mengunjungi saya. Bahkan ada yang sudah menikah," cerita Rais yang kini sudah berusia di atas kepala lima dan menjadi pimpinan sebuah pondok pesantren. Ia menyebut pengalaman ini merupakan sebuah keajaiban Allah SWT yang diberikan kepada dirinya sebagai sebuah karunia yang sangat besar.

DIBERI "DAUN SAKTI" OLEH KUNTILANAK

Penulis : TONY NUGROHO D





Karena berkata jujur kepada sosok Kuntilanak yang menghadangnya, Mpok Minah dihadiahi selembar daun. Benarkah daun itu bertuah...? Dan bagaimana kisah mistisnya.....



Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Mpok Minah, seorang pedagang kue keliling, kalau ia akan mengalami nasib semujur itu. Ia yang semalaman disandera Kuntilanak penghuni pohon randu alas itu dibayangi oleh ketakutan yang amat sangat. Namun dibalik peristiwa itu ia mendapatkan suatu keuntungan berlipat ganda.

Masih membakas dalam ingatan Mpok Minah, kala itu ia akan menjajakan kue pada malam hari. Biasanya ia menjajakan kue disiang hari, namun karena saat itu malam minggu. Kebetulan di seberang desanya ada tontonan layar tancap, maka ia memilih jualan malam.

Waktu itu, sengaja Mpok Minah berangkat dengan memotong jalan tanpa melewati pematang sawah. Walau untuk itu ia harus melewati tikungan pemakaman umum.

Tak terasa, dengan berjalan kaki ia menyusuri desa hingga akhirnya sampailah di perbatasan desa. Kini Mpok Minah mulai memasuki areal perkebunan yang banyak ditumbuhi pohon bambu. Bulu kuduknya meremang. Namun, dengan hanya diterangi cahaya bulan Mpok Minah berhasil melewati kuburan umum.

Tapi...ketika melewati sebuah pohon Randu Alas pandangannya dikejutkan dengan kelebatan sosok putih terbang dan bertengger di antara dahan pohon. Secara naluriah, Mpok Minah melihat ke atas gerangan apa yang terbang itu. Hampir copot seketika jantungnya. Tulang-tulangnya serasa lolos dari tubuhnya. Ia jatuh terkulai tak menghiraukan daganganya. Dilihatnya sesosok wanita tengah duduk bertengger di dahan pohon dengan baju terusan putih-putih sambil menyisir rambutnya yang panjang.

Wanita itu menatap Mpok Minah yang tak berdaya. Kuntilanak penghuni pohon Randu Alas itu sesekali tertawa sambil memperlihatkan sepasang gigi taringnya. Karena tak kuat menahan takut, Mpok Minah jatuh pingsan.

Entah berapa lama ia pingsan. Ketika mulai siuman dilihatnya Kuntilanak itu masih bertengger di dahan pohon. Namun, kali ini dengan segenap keberanian Mpok Minah nerkata, "Ampuuun, Neng. Jangan ganggu Emak. Emak hanya numpang lewat mau jualan."

Aneh, tiba-tiba kuntilanak itu turun mendekati Mpok Minah dan berkata, "Baik, tapi temani saya bermain, ya! Hi...hi...hi...!"

"Ampun, Neng...emak sudah tua, nggak kuat untuk bermain. Tolong lepaskan Emak," pinta Mpok Minah.

Tak ada jawaban. Kuntilanak itu menatap tajam ke arah Mpok Minah sambil mengelilinginya. Mpok Minah sengaja diam tak mau menatap ke arah kuntilanak. Ia hanya tertunduk sambil membaca doa sebisanya.

"Baiklah kalau begitu. Karena kau orang jujur ini kuberi kau daun dan taruh dibalik daganganmu," kata kuntilanak itu sambil terbang ke dahan pohon.

Aneh, tiba-tiba kaki Mpok Minah sudah dapat digerakkan. Ia segera membereskan dagangannya dan tempat itu. Sepuluh langkah dari pohon Randu Alas, kembali Kuntilanak itu tertawa melengking.

Malam itu, akhirnya sampai juga Mpok Minah di keramaian tontonan layar tancap. Yang mengherankan, saat ia sampai di sana malam hampir mendekati fajar. Ia sendri lupa berapa lama ia pingsan dibawah pohon Randu Alas itu.

Mpok Minah langsung duduk menggelar dagangannya, tapi apa lacur layar tancap itu rupa-rupanya sudah usai. Di tengah kegalauan, tiba-tiba ada serombongan penonton laki-laki menegur dirinya.

"Ya, kasihan Mpok datang kepagian ya?" kata salah seorang laki-laki itu. "Tapi, nggak apa-apa saya akan membeli kuenya," sambungnya lagi.

Entah mengapa, tiba-tiba dagangannya dikerubuti banyak orang yang ingin membeli kue-kuenya. Hingga tak terasa kue-kue itu habis tak tersisa. Yang lebih mengherankan, para pembeli itu rata-rata membeli kue dengan membayar uang yang lebih tanpa meminta kembalian dengan alasan kasihan.

Mpok Minah tak habis pikir. Keuntungan yang didapat 3 kali lipat. Menjelang fajar ia pulang dengan melewati pematang sawah, tak lagi melewati tempat semula ketika ia berangkat.

Ketika tiba dirumah diceritakan pengalamannya kepada suami dan anak-anaknya. Mpok Minah tiba-tiba teringat pada daun pemberian Kuntilanak itu. Dan ternyata "daun" itu masih tersimpan di bawah alas dagangannya.

Demikianlah kisah Mpok Minah yang cukup menegangkan. Hingga kini ia masih menyimpan daun pemberi si Kuntilanak. Apakah daun itu yang membuat rejekinya mengalir deras?

"Saya yakin sepenuhnya semuanya karena Allah semata," tegas wanita paruh baya yang menolak dipotret dengan alasan takut jadi orang top itu

SANTET SANCA GENI

Penulis : DENY WIBISONO





Astaga, aku memekik terkejut. Dalam lumpur itu ditemukan sebuah paku berkarat, trisula kecil dan empat buah jarum....



Setelah malang melintang mencari kerja, akhirnya nasib membawaku ke Perhutani. Di Perhutani aku bekerja sebagai pengawas, jadi kerjaku sering kali terjun ke lapangan. Lapangan yang dimaksud tentu bukan seperti lapangan pekerja lain, hampir setiap hari aku berada di pos hutan. Bekerja di hutan selain sering dihinggapi jenuh, bahaya juga kerap mengancam. Para pencuri kayu sering nekad bila dihalangi. Meski telah dibekali sedikit ilmu beladiri, rasa was-was tak bisa dihindari.

Hingga pada suatu hari ada kejadian yang sungguh membuatku amat menyesal. Siang itu ketika di hutan, aku memergoki seorang pencuri kayu. Karena ia hanya sendiri dan cukup tua pula, maka aku dan temanku tak takut sedikit pun meringkusnya. Aku ambil kayu dan sepedanya yang telah berkarat di sana sini. Bahkan aku sempat memakinya pula.

Tak pernah kusangka kejadian itu merupakan awal malapetaka yang menimpa istriku. Entah kenapa istriku yang menjadi korban ilmu hitam itu. Ada dugaan santet yang dikirim orang itu salah sasaran. Namun melihat penderitaan istriku tak urung kabut kesedihan selalu menyelimutiku.

Tepatnya pada pertengahan 2002, istriku merasakan gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Terkadang disertai panas yang sangat hingga ia sering menjerit dan meraung-raung kesakitan. Aku langsung membawa istriku ke rumah sakit, ia pun menjalani rawat inap atau opname. Berhari-hari dokter dan perawat memberi perawatan pada istriku hingga hampir sebulan tak ada tanda-tanda membaik pada penyakitnya. Justru penyakitnya semakin parah saja.

Suatu sore seorang dokter menemuiku, ia berkata bahwa wajah istriku sering berubah-ubah. Kadang terlihat seperti harimau, atau kadang sama sekali bukan seperti wajah dirinya. Dokter itu pun mencoba menyimpulkan bahwa sepertinya medis tidak akan sanggup menanganinya. Hanya mencoba ke orang pintar mungkin satu-satunya yang harus di tempuh. Demikian ungkap sang dokter.

Esok harinya aku pun membawa pulang istriku, penyakitnya memang tidak wajar. Setelah itu aku mencoba mencari tahu di mana saja ada orang pintar. Atas saran seorang sahabatku, aku meluncur ke desa Puger. Karena katanya di sana ada orang pintar yang telah berpengalaman dalam menangani ilmu klenik.

Setiba di Puger, istriku segera diteropong secara gaib. Orang pintar itu seperti mendeteksi misteri apa yang ada dibalik penyakit istriku. Tak lama ia pun memberi kesimpulan. Secara pasti ia memaparkan bahwa istriku memang sedang di guna-guna. Sayangnya orang Puger itu hanya bisa mendeteksi. Penyembuhan yang coba ia berikan sama sekali tidak berpengaruh, istriku tetap menderita. Bahkan kini kulit-kulit istriku seperti mengelupas. Persis seperti ular yang sedang ganti kulit. Rambutnya banyak yang rontok sehingga istriku pun botak.

Lalu aku membawa istriku ke orang pintar di Banyuwangi. Namun tetap saja tidak ada hasil. Lalu aku bawa lagi ke Bondowoso, Probolinggo, dan entah berapa tempat lagi. Menurut orang pintar yang pernah aku temui, santet yang menyerang istriku terlalu tangguh. Hingga akhirnya istriku di bawa ke Wonosobo. Di sana istriku segera diteropong secara gaib dan seperti kesimpulan orang pintar lain, ia terkena guna-guna. Lebih jauh orang pintar itu mengatakan bahwa yang menyerang istriku adalah ilmu Santet Sanca Geni. Selain gatal santet ini akan menimbulkan panas yang terus menyiksa.

Orang Wonosobo yang melarang untuk disebutkan namanya itu kemudian mengambil sehelai tissue. Dengan mulut komat-kamit ia meletakkan tissue aneh, tissue yang dipegangnya tiba-tiba penuh lumpur. Dan di dalam lumpur itu ia kemudian memunguti benda-benda kecil. Astaga, aku memekik terkejut. Dalam lumpur itu ditemukan sebuah paku berkarat, sebuah trisula kecil dan empat buah jarum.

Kemudian aku diberi saran untuk sementara tidak menggunakan sumur di rumahku. Karena menurutnya ada sesuatu yang tidak beres di sumur itu. Sebelum pulang aku mencoba bertanya siapa sebenarnya yang telah berlaku kejam pada istriku. Dengan ilmu kedigjayaannya aku diijinkan melihat telapak tangan orang itu. Samar namun jelas kulihat wajah orang yang mengirim sanca geni itu.

Sesampainya di rumah, sumur itu berbau sangat busuk. Rupanya ini yang dimaksud orang Wonosobo itu. Bila teringat orang dalam telapak tangan itu, amarahku selalu meluap. Pernah aku ingin mencoba mencari keberadaan orang itu untuk aku bunuh. Namun istriku yang tabah selalu melarangku. Dan lagi mungkin cobaan ini adalah ujian bagi kami.

Begitulah santet jahat yang telah mewarnai keluargaku. Kini istriku telah pulih seperti sedia kala. Sejak itu kami semakin rajin mengingat Allah. Baik dengan sholat wajib, shalat sunnah atau ibadah lain. Dan aku kini mendapat jabatan yang lumayan lebih baik, yaitu menjadi sopir. Syukurlah karena resiko bahaya seperti di hutan tidak ada lagi.

MISTERI ANTON MANUSIA PENGHISAP DARAH DARI BANGKA

Penulis : Nurwindo





Perlahan kepala pelaku akan terpisah dari badannya disertai dengan isi perut dan jeroannya. Kepala yang terpisah dengan badannya itu segera terbang menyerupai bola api......



Apabila kita mendengar kata Anton, tentu pikiran kita langsung tertuju kepada nama orang. Namun kali ini bukan Anton nama orang yang dimaksud. Anton disini tidak jauh beda dengan leak di Bali, Palasik di Padang atau Kunyang di Kalimantan. Anton merupakan salah satu sisi mistis pulau Bangka dimana seorang manusia menghamba pada sisi kegelapan yang dikolaborasikan dengan sebuah ilmu yang juga ditujukan untuk menguatkan ilmunya.

Pelaku Anton bisa seorang laki-laki maupun wanita dan dalam melakukan aksinya ia akan menghisap darah bayi yang baru lahir. Tujuan dari ilmu semacam ini selain untuk 'mengekalkan' ilmu yang ia miliki juga agar pelaku tetap awet muda. Oleh karena itu, kebutuhannya akan darah bayi menjadi mutlak, sebab bila ia tidak menghisap darah dalam waktu tertentu maka wajahnya menjadi keriput seperti kakek-kakek atau nenek-nenek. Ia akan terlihat lebih tua dari usia sesungguhnya.

Tidak banyak orang yang tahu bagaimana cara mendapatkan ilmu ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang paham tentang proses untuk menjadi Anton. Mas Apriz, 28 tahun, salah seorang spiritualis muda asal Riau mengungkapkan kepada penulis kalau ritual menjadi Anton bersifat sangat rahasia dan hanya orang-orang tertentu saja yang menguasai lelaku dan tata caranya. "Kalau bagaimana Anton melakukan aksinya, sudah banyak orang yang tahu Mas," ungkap lelaki yang murah senyum ini.

Menurut Apriz, setelah seseorang mendapatkan ilmu ini, dalam melakukan aksinya ia akan melakukan sedikit ritual. Biasanya ritual dilakukan dalam kamar khusus ataupun di bawah rimbunan batang bambu. Seseorang yang telah mendapatkan ilmu ini, dalam melakukan aksinya akan menggulung tubuhnya dengan tikar yang terbut dari anyaman daun pandan. Tentu saja sebelumnya diawali dengan ritual pembakaran kemenyan dan perapalan mantra.

Setelah itu, perlahan-lahan kepala sang pelaku akan terpisah dari badannya disertai dengan isi perut berikut jeroannya. Kepala yang telah terpisah dengan badannya ini akan segera terbang menembus atap rumah atau rimbunnya dedaunan tanpa merusaknya.

Masih menurut Apriz dan berdasarkan kesaksian beberapa orang yang pernah bertemu Anton, biasanya kepala yang telah terpisah dari badannya itu akan terbang dalam wujud bola api yang selanjutnya akan mencari mangsa bayi yang baru lahir untuk dihisap darahnya secara gaib.

Bola api itu hanya akan terlihat pada saat ia tidak sedang menghisap darah atau pada saat dalam perjalanan saja. Apabila ia sedang berada di atas rumah korbannya untuk menghisap darah, maka ia tidak dapat dilihat. Tahu-tahu keesokkan harinya sang korban akan sakit atau bahkan meninggal dunia dengan kulit pucat seperti kehabisan darah. Selama menjalankan aksinya, wajah Anton sendiri tidak berubah, masih dalam wujud asli sang pelaku.

Menurut Dewo, 28 tahun, salah seorang saksi yang pernah melihat Anton. Pada saat belum menghisap darah, bola api itu akan berwarna kuning kemerah-merahan. Namun apabila ia telah berhasil menghisap darah maka warnanya berubah menjadi merah darah. Bahkan, sering kali darah-darah beku berjatuhan ke tanah atau jalan yang ia lewati. Setelah selesai mengisap darah, kepala dan isi perutnya akan kembali bersatu dengan badan yang tadi ia tinggalkan. Kepala dan badannya harus sudah bersatu sebelum fajar tiba. Kalau tidak, ia akan terbakar.

Mengenai bagaimana tanda-tanda bayi yang diganggu Anton, Dewo menjelaskan. "Biasanya, kalau bayi sering menangis ketakutan sambil tatapannya melihat ke atas, itu menandakan tanda-tanda kalau ia sedang diganggu Anton. Naluri bayi biasanya jauh lebih peka dibandingkan naluri kita mengingat bayi relatif lebih bersih dibandingkan kita orang dewasa,"

Saat disinggung bagaimana cara melawan Anton yang sedang mengganggu bayi, dengan lugas Dewo menjelaskan, "Saya yakin, menjadikan Allah SWT sebagai pelindung merupakan jalan terbaik untuk membentengi diri kita dari kejahatan iblis, jin dan manusia jahat."

Saat ditanya tentang amalan yang lebih spesifik, ia melanjutkan. "Ayat Kursyi dan Yaasin akan mampu mengalahkan mereka. Yang penting pada saat tanda-tanda bayi kita diganggu Anton, kita ada di dekatnya sambil membaca ayat-ayat Allah berulang-ulang sampai bayi kita tenang kembali. Intinya berlindung sajalah kepada Allah Yang Maha Pelindung. Saya yakin, tidak akan ada yang bisa mencelakai kita. Selain itu, senjata-senjata tajam kecil dari baja putih yang diletakkan di kolong tempat tidur ditakuti oleh Anton."

Menurut beberapa orang narasumber (identitasnya minta disamarkan) yang berhasil penulis temui, orang yang telah menjadi Anton biasanya akan memiliki tanda berupa garis melingkar di lehernya. Garis ini merupakan batas terpisahnya kepala dan badan pada saat ia berubah menjadi Anton. Terkadang tanda seperti ini diturunkan juga kepada salah seorang anaknya. Namun dengan bantuan orang pintar dan dengan media daun tertentu, ciri ini bisa dihilangkan.

Masih menurut sumber tadi, Anton paling takut dengan beling dan daun nanas. Biasanya pada saat ia sedang mencari korban itulah Anton banyak terbunuh. Orang-orang yang telah mengincarnya akan memasukkan beling ataupun daun nanas ke dalam badan yang ia tingkalkan sehingga pada saat ia kembali, sudah dapat dipastikan kalau ia akan mati mengenaskan.

Kalu mau dihitung, akan ditemukan puluhan bahkan ratusan kesaksian kasus Anton. Dari begitu banyak cerita yang mengerikan, ada beberapa cerita yang penulis anggap cukup bisa mewakili. Ririn, 26 tahun, seorang teman penulis pernah mengalami kejadian yang mengerikan. Pada suatu malam, rumah mereka kedatangan seorang tamu wanita yang mengaku kemalaman. Karena iba, keluarga Ririn pun mengijinkannya untuk bermalam.

Ketika pada malam harinya Ririn menjenguk sang tamu di dalam kamar, betapa terkejutnya ia, karena hanya mendapati badan tamunya tanpa kepala. Untung saja ia kuat dan tidak pingsan meskipun malam itu tak bisa tidur karena ketakutan.

Keesokan harinya ketika sang tamu bangun Ririn melihat keadaan tamunya jauh lebih cantik daripada kemarin dan ia selalu mengenakan selendang di lehernya untuk menutupi goresan melingkar tanda kalau ia adalah Anton.

Sementara itu, Apriz yang penulis temui pun sempat menuturkan kalau pernah ada Anton yang tersangkut kawat pagar berduri. "Anton memang termasuk yang suka terbang rendah. Paling tinggi hanya beberapa meter saja di atas pohon kelapa. Karena itu, jangan heran kalau banyak dijumpai Anton yang tersangkut tak sengaja di pagar kawat berduri seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu."

Ceritanya Anton itu tersangkut di pagar duri dekat tempat tinggal Apriz. Karena tak bisa melepaskan diri, iapun merintih meminta tolong. Beberapa orang yang mendengar segera berdatangan. Namun betapa terkejutnya mereka saat tahu kalau yang meminta tolong itu adalah Anton yang hanya berupa kepala dan jeroannya saja. Untung mereka semua masih berbaik hati. Mereka mau membebaskan Anton dari kawat duri dengan syarat ia tidak lagi mengganggu orang. Setelah Anton itu menyetujui, merekapun segera melepaskannya.

Lain lagi cerita Koko, 24 tahun. Saat ditemui Penulis, Koko menuturkan cerita yang berbeda. Beberapa waktu yang lalu, segerombolan anak muda sedang berkumpul di perempatan jalan. Tiba-tiba saja ada bola api yang terbang rendah di dekat mereka. Seorang dari mereka yang tergolong berani langsung mengambil batu dan melemparnya. Entah sedang apes atau bagaimana, batu itu tepat mengenainya. Kontan saja, bola api itu jatuh ke tanah dan berubah kembali menjadi kepala manusia. Namun tak lama kemudian kepala itu kembali terbang dalam wujud bola api.

Dari sekian banyak cerita yang menyeramkan seputar Anton, cerita Dewo mungkin yang paling mengerikan. Beberapa waktu lalu pernah ada seorang laki-laki yang mengamalkan ilmu ini dan menjadi Anton. Ia sendiri pada waktu itu telah memiliki seorang istri yang tentu saja keberatan bila suaminya menempuh ilmu sesat seperti itu. Namun apa boleh buat karena nafsu ngelmu yang tak bisa ditawar-tawar, lelaki itu tak pernah menggubris peringatan istrinya. Sudah banyak yang menjadi korbannya. Namun masyarakat sekitar tak tahu kalau ia yang ternyata menjadi Anton.

Karena tak tahan dengan tingkah suaminya, suatu malam saat sang suami telah menjadi Anton, dengan berlinang air mata, ia memasuki bilik khusus, tempat biasa suaminya menjadi Anton. Di dalam bilik ia melihat badan suaminya tanpa kepala terbungkus tikar daun pandan dalam posisi berdiri.

Dengan keberanian yang dikumpulkan, iapun membalikan badan suaminya yang semula berhadapan menjadi membelakangi dirinya. Kemudian pada saat kepala suaminya kembali, ia tidak memperhatikan posisi badan yang telah dirubah oleh istrinya sendiri sehingga pada waktu ia menyatukan kepala dan badan, ia berada pada posisi terbalik.

Keesokan harinya tersiar kabar kalau suaminya meninggal dunia dan betapa terkejutnya masyarakat waktu itu ketika melihat posisi jenazah yang meninggal dengan kepala menghadap ke belakang. Barulah mereka tahu tentang apa yang terjadi sesungguhnya. "Berdoa sajalah, semoga kita dilindungi Allah SWT dari kejahatan-kejahatan seperti ini," lanjut Dewo menutup pembicaraan.

NYARIS JADI TUMBAL PESUGIHAN LAUT UTARA

Penulis : Didin Slesa





Ombak yang datang silih berganti mulai menjilati kedua kaki Yati. Sementara dua bocah kecil itu terus menarik-narik tangan Yati hingga ke laut.....



Kisah mistis ini terjadi pada bulan Oktober 2003. Sebuah peristiwa yang menjadi perbincangan hangat dikalangan warga masyarakat desa Kalibondan. Kemudian penulis sengaja menyamarkan beberapa nama pelaku peristiwa dan nama desa, semata-mata demi menjaga agar tidak terjadi dampak negatif yang tidak diinginkan.

Begini kisah mistisnya. Sudah menjadi tradisi di desa Kalibondan jika ada hajatan pengantin, selalu diadakan acara Tilikan, sebuah ritual bertemunya pengantin pria dengan pengantin wanita yang dihadiri tamu undangan dari pihak pengantin pria ataupun sebaliknya. Malam itu mbak Yati beserta beberapa tetangganya telah berkumpul di rumah bapak Tasno. Mereka memang berniat menghadiri undangan Tilikan dari keluarga pak Tasno yang sedang "ngunduh mantu". Setelah tamu undangan komplit, rombongan pun berangkat menuju lokasi. Pukul 19.15 WIB iring-iringan mobil pengantin melaju menuju kampung Batang, ke rumah pengantin putri.

Sejak semula, sebelum berangkat menuju ke rumah pak Tasno, Yati sudah merasakan betapa seluruh tubuhnya terasa lemas bagai tak bertulang. Namun karena keluarga pak Tasno itu masih tetangga dekat, juga karena Yati sering kali membantu bersih-bersih di rumahnya, akhirnya diapun berangkat ke acara Tilikan tersebut.

Tak kurang dari setengah jam, iring-iringan mobil pengantin pun tiba di Batang, masuk gang, lantas sampailah di rumah besan pak Tasno. Gemerlap lampu neon serta suara hingar bingar dari sound system menambah meriah acara Tilikan. Kursi-kursi plastik tertata rapi berjajar di halaman rumah megah milik H. Sodiq (besan pak Tasno). Dan begitu rombongan turun dari mobil mereka segera dipersilahkan duduk oleh penerima tamu.

Acara demi acara berjalan runtut dan lancar. Setelah acara serah terima pengantin selesai, sesaat acara dihentikan untuk acara makan-makan. Disinilah kehebohan terjadi. Yati yang malam itu merasa tak punya nafsu makan segera memberikan suguhannya kepada Sumi, tetangganya yang ikut dalam rombongan Tilikan.

Namun dia merasa ada keanehan yang teramat sangat. Tiba-tiba tangan kanannya terasa kejang, seolah tak mampu digerakkan. Begitupun saat tangan kirinya disodorkan untuk memberikan snack pada Rini, mendadak tangan kiri Yati bagai terserang kram. Pandangan Yati pun seketika gelap, dia sudah tak ingat apa-apa lagi. Mak Yati pingsan.

Melihat kondisi Yati yang mendadak pingsan, tentu saja membuat panik orang-orang yang duduk di sebelah kanan-kiri serta depan belakangnya. Dalam sekejap suasana pun kacau balau. Mereka segera memberikan pertolongan sebisanya kepada Yati.

Kalau di alam nyata tubuh Yati menjadi sosok yang harus diberi pertolongan, sementara itu di alam bawah sadar Yati sudah lain acara. Saat itu Yati merasakan betapa tiba-tiba dia ingin kencing, kebelet sekali. Tak berapa lama datanglah nenek-nenek yang mirip tetangganya. Oleh nenek tua itu tangan Yati dibimbing masuk kamar mandi. Di dalam kamar mandi tersebut Yati melihat sebuah belanga besar berwarna hitam dengan air yang terisi hanya setengahnya saja.

Belum juga Yati sempat melaksanakan hajatnya, tiba-tiba nenek tua yang mengantarnya ke kamar mandi, mendadak mencengkeram rambutnya. Dengan kasar dan sekuat tenaga nenek tua tadi segera membenam-benamkan kepala mbak Yati ke dalam belanga yang berisi air. Mbak Yati yang tidak menyangka bakal diperlakukan sekasar itu tentu saja jadi gelagapan. Berkali-kali teriakan minta ampunnya tidak digubris oleh sang nenek. Barulah setelah dalam keadaan lemas karena berkali-kali kepalanya dicelup-celupkan ke dalam air, Yati merasakan seperti ada kekuatan aneh yang menepuk punggungnya.

"Pulanglah, belum saatnya kamu kemari!"

Yati celingukan mencari asal suara dan tepukan tadi. Namun tak ada seorangpun di situ. Bahkan nenek tua yang berbuat brutal atas dirinya pun telah raib. Perlahan Yati membuka matanya. Seiring dengan itu alam sadarnya pun terkuak. Dia menjadi bingung ketika ternyata dirinya menjadi pusat perhatian pada acara Tilikan pengantin itu. Apa yang telah terjadi, dimana aku, batin Yati ditengah kebingungannya.

Beruntung sekali saat itu salah satu dari rombongan keluarga pak Tasno ada seorang yang mumpuni tentang ilmu kebatinan. Dia bernama pak Kholil. Kemungkinan juga suara tanpa rupa yang menyuruh Yati pulang adalah doa ataupun mantera dari pak Kholil. Maka setelah Yati sadar, pak Kholil segera memerintahkan salah seorang sopir untuk mengantarkan Yati pulang ke rumahnya.

Keesokkan harinya, Yati menjalani kehidupannya sebagaimana biasa. Pagi-pagi telah berangkat ke sungai untuk mencuci pakaian-pakaian milik tetangganya, karena memang disamping membantu di rumah pak Tasno, dia juga "nyambi" buruh mencuci pakaian. Maklum kehidupan Yati tergolong orang yang pas-pasan. Jika tidak bekerja seperti itu, darimana ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Siang beranjak sore dan malam pun tiba. Selepas Isya, karena rasa penat yang teramat sangat, Yati berangkat tidur. Dalam tidurnya itulah, Yati sempat bermimpi aneh. Dia merasa didatangi oleh dua bocah kecil yang menarik-narik tangannya. Kedua bocah itu memaksa Yati untuk terus berjalan mengikuti mereka. Hingga akhirnya ketiganya sampai di Bo'om Batang. Sebuah tempat pelelangan ikan di pesisir utara kota Batang.

Yati tercekat. Dia hanya bisa menangis tersedu, melihat hamparan pasir dan air laut yang terbentang di depannya. Ombak yang datang silih berganti mulai menjilati kedua kakinya. Sementara kedua bocah kecil itu terus menerus menarik-narik tangannya. Mendadak bayangan suami dan anaknya berkelebat di pelupuk matanya.

"Akan dibawa kemana saya ini!?" Teriak Yati sambil mengibaskan tangannya.

"Sudah diam. Kamu harus ikut kami menghadap ibu Ratu," kata salah seorang bocah itu.

"Tidak..... aku tidak mau."

Yati semakin meronta dan tangisannya pun semakin keras. Beruntung sekali, saat itu suami Yati yang sedang nonton TV mendengar tangisan kerasnya.

"Heh....... bangun........ bangun!" Kang Tono menggoyang-goyangkan tubuh istrinya. Yati tergeragap dan membuka matanya. Astaqhfirullah!

"Kamu kenapa, Yat?" Tanya Tono cemas.

"Aku....... aku diajak pergi oleh dua bocah kecil, kang," kata Yati gagap disela isak tangisnya yang masih tersedu.

Yati lantas menceritakan mimpi yang barusan dialaminya. Dan lebih beruntung lagi, ternyata Tono meskipun sedikit dia punya ilmu penangkal agar gangguan dari makhluk-makhluk gaib yang mengganggu istrinya tidak datang lagi. Setelah dibacakan mantra penangkal oleh sang suami, akhirnya Yati dapat tidur pulas.

Benarkah Yati hampir saja menjadi tumbal pesugihan Haji Sodiq? Entahlah, menurut penuturan beberapa orang yang sempat menolong Yati dikala dia sedang pingsan, saat itu ada seorang tetangga Haji Sodiq yang sempat berteriak.

"Masya Allah, kok kejam sekali sih."

Kemungkinan sekali seseorang tadi paham betul dengan latar belakang dan kehidupan Haji Sodiq. Benar atau tidaknya kita kembalikan saja kepada Allah SWT. Allah Maha Tahu apa yang diperbuat hamba-hambaNya.

Penulis menurunkan kisah ini, semata-mata hanya sekedar menyampaikan kisah yang dialami Yati agar dapat dijadikan pengalaman dan guru bagi pembaca yang budiman. Begitupun penulis tak berani menyimpulkan, benarkah Haji Sodiq telah bersekutu dengan iblis atas kekayaan yang dimilikinya? Sebab jika kesimpulan itu salah, hanya akan menjdi fitnah belaka.

TEROR SILUMAN BUAYA PUTIH DI DANAU GRIYA

Penulis : Firmansyah Sahri





Tidak disangka, di dasar Danau Griya yang terlihat tenang dan nyaman itu, ada penghuni gaib yang sangat berbahaya bagi kehidupan. Sudah 10 nyawa mati dibinasakan Siluman Buaya Putih di danau itu...



Danau Griya letaknya di desa Suradita, kecamatan Cisauk, kabupaten Tanggerang. Danau in adalah bekas galian pasir yang dikelola tahun 80-an lalu oleh pemilk tanah setempat, sebutlah Haji Naim. Karena galian cukup dalam, sampai 20 meter, maka galian itu terus berair hingga sekarang. Walau musim kemarau panjang sekalipun, air tetap menggenang di bekas galian seluas lima hektaran itu dengan warna kehitam-hitaman ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan air semacam kiambang petak enam.

Selain dipenuhi ikan dan burung-burung berkaki panjang sejenis kuntul, danau ini ternyata berpenghuni makhluk siluman. Orang-orang yang tinggal di dekat danau menamakan siluman yang dimaksud adalah Si Uwak atau Siluman Buaya Putih. Siluman Buaya Putih itu hingga sekarang sering muncul ke permukaan dan mencari korban manusia yang masuk ke areal itu. Korbannya selalu anak-anak di bawah umur dan orang-orang tua yang kurang wasapada.

Bila Buaya Putih itu akan muncul, biasanya diikuti oleh cuaca yang mendung. Matahari tertutup awan dan hari menjelang petang. Lain dari itu, ada juga semacam kode khas, yaitu bunyi petir dan geledek dari arah barat dengan menumpahkan air lokal di permukaan tengah danau. Nah hal itu menjadi pertanda gaib, bahwa akan ada korban nyawa yang akan dibinasakan Siluman Buaya Putih. Hingga artikel ini ditulis, tidak kurang 10 orang sudah jadi korban dan meninggal di dunau itu sejak tahun 80-an hingga 2004 sekarang.

Pada hari Kamis bulan Januari 1985, Ujang, 12 tahun, bersama tiga temannya main-main di Danau Griya. Karena hari itu begitu terik, mereka main ketapel ke bibir danau untuk menembak burung sekalian mencuci muka karena panas. Dari tengah danau, tiba-tiba terlihat sosok seseorang yang mirip ibu Ujang yang seakan-akan memanggil si anak agar mendekat. Melihat ibunya menggapai-gapai dari tengah danau, Ujang tentu saja mendekati dan masuk air berjalan ke tengah. Pada saat di pinggir, dari danau itu mampu dijejaki kaki Ujang, hanya berkedalaman sekitar 30 sentimeter. Tapi makin ke tengah, ternyata danau itu sangat dalam dan Ujang tenggelam. Bersamaan dengan tubuh Ujang tenggelam, sesekor reftil berbentuk buaya berkepala putih, melompat dan menyeruduk ke arah tubuh Ujang. Sejak itu Ujang menghilang dan tidak lagi muncul ke permukaan danau.

Sesampainya di tengah danau, pada saksi mata teman Ujang, ternyata melihat, Si Ibu Ujang, Nyonya Karsiyah. 56 tahun, berubah ujud menjadi seekor buaya berkepala putih. Saat itulah Ujang ditangkap oleh buaya itu dan dimasukkannya ke dasar danau. Teman-teman Ujang tidak bisa melakukan apa-apa saat melihat kenyataan itu. Mereka berlari meninggalkan danau dan melaporkan perisitiwa itu kepada warga setempat. Ayah dan ibu Ujang ternyata ada di rumah dan mereka kalang kabut di pinggir danau.

Penduduk pun berkumpul ke danau menolong Ujang. Tapi semua itu menjadi terlambat karena tubuh Ujang sudah masuk ke dasar danau yang dalamnya ternyata l0 meter itu. Upaya pencarian pun dilakukan, di antaranya menurunkan perahu dan melibatkan beberapa orang paranormal setempat. Tapi sayang upaya itu sia-sia, karena Ujang tidak diketemukan juga.

Pada hari ke empat, sosok tubuh Ujang mengapung di permukaan danau dengan kepala yang berlobang. Menurut Ki Agung Waskita, 68 tahun, paranormal yang bermukim di wilayah itu, bahwa Ujang telah menjadi korban siluman Buaya Putih penghuni Danau Griya. Siluman Buaya Putih itu adalah buaya jejadian yang berkepala putih yang suka memaksa manusia dan menyantap secara rakus otak yang ada di dalam batok kepala. “Siluman itu sangat berbahaya bagi manusia dan selalu meminta korban,” ujar Ki Agung.

"Kepala Ujang yang bolong itu karena otaknya dimakan oleh Buaya Putih penghuni danau. Otak itu digunakan untuk mensbailkan eksistensi kehidupan siluman itu. Makin banyak otak yang dimakan, makin kokohlah kehidupannya!" kata Ki Agung Waskita pada Misteri.

Hal ikhwal Buaya Putih penghuni danau ini ternyata sudah ada sejak tanah itu masih berbentuk bukit. Pada abad l6 lalu, Siluman Buaya Putih yang tadinya bernama Karingga Hitam itu sudah mukim di dasar bukit. Ada bolongan air di tanah yang berpasir yang terus menghubungkan daerah itu ke Banten Selatan. Karingga Hitam itu adalah berasal dari ujud Moyang Jin Ifrit penguasa bukit yang menguasai jalur Cisauk-Rangkasbitung. Karena habitatnya diganggu manusia dengan menghabisi pasir di wilayah itu, maka Raja Ifrit itu marah dan mencari korban. Jin Ifrit berubah wujud untuk menunjukkan eksistensinya dan melakukan aksi balas dendam. Caranya adalah dengan wujud monster buaya putih penghuni Danu Griya dan membinasakan korban warga setempat setempat yang dibutuhkannya.

Setelah membinasakan 10 warga, sejak peristiwa Ujang tahun 85 yang lalu hingga perisitiwa Maryam tahun 2001 lalu, maka siluman Buaya Putih itu berhenti beraksi. Ki Agung menggantikan manusia dengan kepala kerbau yang dilemparkannya ke permukaan danau setiap satu tahun satu kepala. Ki Agung mengambilkan kepala kerbau itu dari pemotongan hewan itu di daerah Pandeglang, Banten, lalu meritualnya dengan nama-nama manusia yang hidup, yang jadi target gaib dari Siluman Buaya Putih.

"Saya sudah melakukan ritual penjinakan siluman Buaya Putih dengan cara itu. Sekarang ini, Insya Allah siluman itu tidak mengganggu lagi!" ungkap Ki Agung Waskita.

Dadau Griya yang terletak di belakang perumahan Suradita, Cisauk, Banten ini, memang terlihat angker. Walau dekat dengan kompleks, tapi danau itu tidak pernah didekati oleh warga karena takut. Jangankan mandi di danau yang bening itu, memancing ikan pun, tidak ada yang berani. “Kalau ada yang berani, adalah orang-orang tertentu saja, yaitu mereka yang tidak tahu kalau danau itu angker atau yang tahu angker tapi dia menguasai ilmu tertentu penangkis serangan Buaya Putih!” desis Abu Jalal, 45 tahun, warga Jalan Ratu Kuning, 800 meter dari danau.

Belakangan, ada sas sus bahwa ada beberapa paranormal yang datang dari daerah Bandung untuk menjumpai Siluman Buaya Putih untuk meminta nomor toto gelap. Kabarnya paranormal dari timur itu berhasil mendapatkan angka jitu, yang tertulis di selembar daun kiambang yang sebelumnya sudah ditelan oleh Buaya Putih. Tapi Ki Agung membantah, tidak ada seorang pun yang akan mendapatkan nomor dari Siluman Buaya Putih. Malah saya yakin betul, siapapun yang bertemu siluman itu, akan dimakannya, bukan diberinya nomor. “Siluman Buaya Putih itu tidak bisa didayagunakan oleh siapapun, kecuali pencipta-Nya, Allah Yang Maha Kuasa!” tutup Ki Agung

BATARA KARANG NYARIS MEMBUNUHKU

Penulis : R. Wahyudi Santoso





Tiba-tiba sebuah sinar biru melesat dari dasar liang. Kulihat jelas seperti mata harimau, berputar-putar dan beberapa kali menyerangku.....



Kuburan itu tidak terkesan angker atau menyeramkan. Lokasinya berada di luar areal TPU seluas lebih kurang dua hektar, di atas bukit Cikundul, Cikalong Wetan, Cianjur, Jawa Barat. Namun, dalam situasi hujan badai di tengah malam, kondisinya menjadi sangat berbeda sekali dibanding siang hari ketika kami melakukan riset untk sebuah hasrat.

Dahan kamboja putih yang meliuk ke kanan dan ke kiri mengiktui irama angin diantara petir yang terus meyambar, seolah berubah laksana tangan-tangan hantu gentayangan. Menggapai-gapai seperti hendak mencekik. Tapi sesekali dahan yang terlihat selintas dalam kilatan petir itu seperti menggapai minta pertolongan. Tak ubahnya arwah manusia yang minta disempurnakan, sehingga mendapat tempat layak di alam kelanggengan.

"Gimana kang, bisa dimulai?" Giman minta pendapat kang Narma.

"Sebentar, saya mau cek sekali lagi," jawab Narma. Kemudian ia memejamkan mata, mengangkat kedua tangannya sebagaimana layaknya berdoa.

Mulutnya komat-kamit merapal mantera-mantera yang sudah disiapkan sebelum melakukan perburuan edan ini. Kenapa kusebut perburuan edan? Karena malam ini kami akan membongkar kuburan seseorang. Aku tidak tahu jenazah siapa yang ditanam di situ. Aku pun tidak tahu apakah mayat tersebut masih utuh terbungkus kain kafan atau sudah menjadi tengkorak. Begitu pula apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah mayat itu akan diam saja seperti gedebong pisang, atau melakukan perlawanan karena tempat tinggalnya telah kami bongkar tanpa santun. Bagiku ketika itu, apa yang akan terjadi, terjadilah. Yang penting misi ini harus sukses! Begitu target kami bertiga.

Atas perintah Narma, penggalian pun dimulai. Giman mengayun cangkul, sementara Narma menyambutnya dengan sekop. Aku berdiri pada posisi yang lebih tinggi. Ini sengaja kulakukan demikian atas kesepakatan kami bertiga agar aku dapat melihat lebih leluasa bila ada sesuatu hal yang tidak kami kehendaki, entah dari manusia maupun dari makhluk gaib sebangsa jin, setan dan genderuwo. Sebab, bukan mustahil pekerjaan kami sudah sejak tadi diawasi oleh puluhan pasang mata.

Satu jam berselang, penggalian dihentikan sementara. Juga atas perintah Narma. Aku melihat liang itu telah menganga lebar, sesosok tubuh putih terbaring di dasar sana, basah disiram hujan. Spontan, kewaspadaanku makin kutingkatkan, karena aku yakin akan terjadi sesuatu.

Dulu, sewaktu aku masih di Pondok Pesantren, Kyai Hasbullah pernah berpesan wanti-wanti. "Untuk tujuan apa pun, jangan sekali-kali berbuat nekad dengan gegabah membongkar kuburan seseorang kalau kamu tidak siap bertarung melawan arwah yang bangkit dari liang kubur itu. Kecuali apabila kamu sudah betul-betul menguasai ilmunya. Ingat itu baik-baik, Yu." Begitu peringatan Kyai yang masih terngiang di telingaku.

Pesan itu ternyata menjadi kenyataan. Mayat itu benar-benar bangkit dari tidur panjanganya. Ia berdiri dengan sikap menantang, lalu berkata dengan suara lantang. Suara perempuan tua. "Kenapa kalian berani membongkar rumah saya dan mengganggu tidur saya, ha! Apa yang kalian cari di sini? Ini rumahku. Sudah puluhan tahun aku disini. Jadi, Jangan coba-coba mengusikku, apalagi berani mengusirku dari rumahku sendiri. Kalian dengar itu?!"

Narma dan Giman serentak mundur beberapa langkah, bersiaga penuh. Aku malah maju mendekati mereka dengan sebatang bambu kuning runcing. Ujung linggis Narma siap diarahkan ke jantung si mayat. Cangkul Giman siap diayunkan ke lehernya. Sedangkan aku akan menikamkan bambu ini ke bokongnya.

"Kalau tidak mau diganggu, sebaiknya lekas pergi dari sini!" Bentak Narma. "Kami tidak akan mengganggu kalau kamu sendiri tidak mengganggu. Makanya pergilah secepatnya dari sini!"

Si mayat tertawa mengikik, mirip ringkikkan kuda jantan mau kawan. "Kalau aku tidak mau pergi?"

"Aku akan paksa!"

"Kalau saya melawan?"

"Akan saya buat kamu lebih sengsara dan menderita. Mana yang kamu pilih?"

Si mayat meringkik lagi. Kali ini lebih panjang, lebih melengking, lebih mendirikan bulu tengkuk, meski sekujur tubuh kami sudah kuyup. Aku mulai menggigil. Tapi kutahan. Pertarungan baru akan dimulai. Atau, sebaliknya.......?

Si mayat ternyata memilih kabur setelah sebelumnya berteriak-teriak kepanasan dan minta diampuni. Aku maklum, dia pasti tak kuat menahan ' serangan' Narma. Narma bukan sembarangan orang, sudah terlalu biasa baginya kalau hanya menghadapi jin dan sebangsanya. Dia sendiri bahkan pernah dikubur selama dua tahun, dan terbukti masih hidup seperti manusia normal lainnya.

Namun begitu, bukan berarti perburuan telah selesai. Karena si mayat hidup tadi memang bukan sasaran target kami malam ini. Yang kami cari justru bungkusan besar yang dijadikan alas tidur si mayat. Kalau bukan disebabkan isi bungkusan tersebut manalah mungkin kami bertiga nekad melakukan perburuan edan seperti ini. Selain telah lancang memasuki wilayah orang lain tanpa prosedur, juga telah menghabiskan dana jutaan rupiah serta proses waktu yang panjang.

Isi bungkusan tersebut, menurut Haji Topik sebulan lalu, adalah uang sebesar 10 milyar rupiah. Bayangkan, 10 milyar rupiah! Siapa orang yang tidak merasa tergiur? Siapa pula yang tidak gelap mata. Apalagi tanpa harus merampok, menganiaya dan membunuh seseorang. Maka kukira, wajar-wajar saja dalam menghadapi situasi krisis seperti sekarang, jangankan yang halal, yang haram saja sudah bukan kepalang.

Cerita tentang uang tersebut memang panjang sekali dan berliku. Tapi intinya antara lain, bahwa uang tersebut merupakan hasil kerja bareng Haji Topik bersama sejumlah orang pintar. Bahan baku yang digunakan pada awal pekerjaan mereka adalah PL sejumlah Rp 10 juta. PL adalah istilah lain untuk menyebut uang kertas ratusan merah bergambar perahu layar, yang diproduksi Peruri pada tahun 1992.

Melalui suatu upacara ritual lengkap dengan sarana yang diperlukan, dan dengan menggunakan ilmu tertentu yang hanya dimiliki oleh orang-orang terntentu pula, selama 41 malam berzikir, PL itu pun berubah wujud menjadi lembaran ratusan ribu rupiah. Aneh memang. Media apa yang mereka gunakan ketika itu? Tetapi demikian realitanya.

Masih menurut Haji Topik, mereka menggunakan bantuan Batara Karang (sejenis jenglot, tapi lebih mumpuni) dengan menjanjikan akan memehuni apa saja yang diminta si Batara Karang. "Tetapi, begitu kita ambil selembar, kemudian dibelikan rokok, kopi, gula dan sejumlah makanan kecil, ternyata bau bangkai. Rokok yang kita hisap bau bangkai, kopi yang kita minum bau bangkai, dan makanan pun demikian. Kita sendiri bingung waktu itu, karena bisa begini. Apa yang salah, apa yang kurang?" Ujar Haji Topik menjelaskan keanehan yang terjadi. Dan hingga disitu semua buntu, tak seorangpun dari kelompok mereka yang berhasil memecahkan masalah tersebut. Mereka hanya saling bertanya keheranan.

Semakin hari bau busuk itu terus menyengat. Satu dua tetangga Haji Asep, salah seorang rekan terdekat Haji Topik, mulai mengendus adanya bau busuk tadi. Haji Asep cemas karenanya. Bahkan setelah semakin santer, ia didatangi seorang reserse yang menanyakan asal muasal datangnya bau busuk itu. Tapi ia berhasil dinetralisir secara santun, toh hasilnya tetap sama. Ia paling takut berurusan dengan polisi. Kemudian atas kesepakatan bersama, Haji Asep kebagian tugas untuk mengamankan uang tersebut. Haji Asep lantas memilih bukit Cikundul sebagai satu-satunya tempat paling aman untuk menyimpan uang tersebut.

Dan aku adalah orang pertama yang dimintai bantuan oleh Haji Topik untuk menyempurnakan uang tersebut. Dengan cara gaib, tentunya. Maka beberapa hari setelah kupelajari secara detil, aku pun segera menyampaikan hal tersebut kepada orang tuaku di Majalengka. Pak Nurdin Ramanda, namanya.

Hasilnya? Ternyata tak semudah yang kubayangkan. Sewaktu Narma dan Giman mencongkel dan bermaksud mengangkat bungkusan itu, tiba-tiba ada sebuah sinar biru melesat dari dasar liang. Bungkusan terlepas. Keduanya tersandar pada dinding liang. Aku berusaha menghindar sebisaku ketika sinar tadi menyerang ke arahku. Kulihat jelas seperti mata harimau, berputar-putar dan beberapa kali menyerangku.

Tak lama kemudian sinar itu menyerang Narma. Narma berkelit, terjatuh. Sebelum mampu berdiri tegak, Giman sudah diserang terlebih dahulu sehingga ia terpelanting ke belakang. Bokongnya disambut pohon perdu berduri. Ia terluka, berdarah, meringis kesakitan. Namun tak lama kemudian bangkit lagi sambil memasang kuda-kuda yang lebih kukuh.

"Awas, ini batara karang. Berbahaya. Hati-hati!" Teriak Narma dalam guyuran hujan yang bertambah deras. Saat itu kuperhatikan sekitar pukul satu lewat. Saat itulah kupingku menangkap sebuah suara lembut tapi jelas. "Sebaiknya kalian bertiga mundur saja. Resikonya sangat besar. BK (batara karang) itu tidak akan membiarkan siapa pun mengambil dan mempergunakan uang tersebut sebelum yang bersangkutan dalam urusan ini menepati janjinya. Kalau kalian memaksa juga, tumbalnya adalah nyawa. Bukan cuma nyawa kalian saja, melainkan nyawa anak istri dan keluarga serta siap saja yang menikmati uang itu."

"Terima kasih Eyang. Tapi ini siapa?" Tanyaku memberanikan diri. Padahal sekujur tubuhku kian menggigil antara kedinginan dan ketakutan.

"Aku adalah saudara kembarmu. Assalamulaikum......."

"Wa'alaikum salam...." jawabku.

Aku menoleh sekeliling. Astaga, dari areal TPU kulihat bayangan putih bermunculan dari liang kubur masing-masing. Kian lama kian bertambah jumlahnya. Menurut perhitunganku, sekuat apa pun tenaga kami bertiga melakukan perlawanan, kekalahan akan berpihak pada kami. Maka aku segera memberi isyarat kepada Narma dan Giman agar selekasnya menghentikan perburan, kemudian mengambil langkah penyelamatan.

Terseok-seok kami bertiga menuruni bukit sambil tetap menghindari serangan si BK. Aku dan Narma selamat. Tapi Giman terpelanting ke sungai sementara si BK terus memburu. Untunglah Narma bertindak cepat. Giman berhasil diselamatkan. Kami terus berlari menuju kendaraan yang sengaja kusembunyikan dibalik rumpun bambu. Namun apa yang kulihat betul-betul tak masuk akal. Espass itu sudah dalam keadaan terbalik. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si BK, pikirku. Setelah berhasil mengatasi kendala tersebut, meski dengan susah payah, kami memutuskan untuk menghentikan perburuan. Kami menyerah, tapi bukan berarti kami kalah. Perburuan masih belum selesai. Suatu saat nanti kami pasti akan kembali lagi ke bukit Gundul untuk mengambil uang tersebut. Merebut kembali dari tangan si BK. Tentu saja dengan satu catatan, apabila Haji Topik bersama rekannya sudah menepati apa yang pernah mereka janjikan kepada si BK terkutuk itu.

Itulah kisah mistis yang kualami, kurasakan dan kunikmati suka dukanya bertarung melawan BK, pada Desember 2003 lalu. Di Cikundul, yang bernama asli Raden Aria Wiratanu Datar. Dimana nama ini sampai sekarang diabadikan sebagai nama salah satu jalan utama di kawasan Cianjur.

Kalau bukan lantaran uang 10 milyar, sumpah mampus aku tak sudi membongkar kuburan seseorang. Seumur hidupku, baru sekali itu aku edan-edanan. Apakah aku memang sudah edan? Tergantung bagaimana cara pembaca menyikapinya. Yang jelas dan pasti, aku tak akan pernah lagi mencetak angka 2. Mudah-mudahan sampai aku kembali ke pangkaun Sang Pencipta, Yang Maha Mengetahui atas segala perbuatan makhluknya.

SAUDARA KEMBAR GAIBKU MARAH SAAT AKU MELAKUKAN OPERASI WAJAH

Penulis : Saibi T. Gayau





Jangan buru-buru memutuskan mempermak wajah. Di luar efek samping yang berbahaya, saudara kembar gaib juga menolak dan marah. Bagaimana Kisah Mistis selanjutnya....




Aku sangat ingin cantik seperti Titiek Puspa. Walau sudah berumur lebih dari 60 tahun, tapi muka Mbak Titiek Puspa itu kelihatan selalu segar, kencang dan cantik. Selain ingin jadi cantik, artis dan pencipta lagu senior itu nampak awet muda. Mas Narto Irawan, suamiku, belakangan kelihatan bosan kepadaku. Aku membuktikan dengan mata kepala sendiri dia mengganteng cewek muda yang seksi dan mengundang. Pikirku, Mas Narto berpaling karena wajahku tidak cantik lagi. Kulit leherku sudah melunak, mengendur dan ngewer seperti beber ayam. Bahkan makin lama kulit mukaku berkerut-kerut mirip nenek sihir. Padahal umurku belumlah setua Mabak Titiek Puspa. Dari membaca sebuah iklan di sebuah tabloid tentang operasi wajah cara mistik, tiba-tiba aku langsung tertarik. Aku buru-buru menelpon dan langsung diperintahkan datang ke daerah Jakarta Selatan untuk menemui paranormal yang menggunakan jasa jin gunung itu. Aku diminta membayar sejumlah uang yang cukup besar walau dengan istilah yang dikemukakan cukup sumir, Emas Kawin.

Karena uang bukan masalah bagiku sebagai pemilik toko besar di daerah Glodok Jakarta Barat itu, aku langsung mengangguk. Jangankan hanya Rp 2 juta, Rp l00 juta pun aku mampu membayar, asal wajahku benar-benar cantik dan tubuhku menjadi muda kembali.

Yang dilakukan paranormal itu ternyata bukan cara mistik, tapi cara suntik silikon. Hidung, pipi, bibir dan leher ku disuntik silikon! Karena sudah bayar dan siap mental untuk jadi cantik seperti Titiek Puspa, maka aku pasrah saja kepada sosok “ahli kecantikan” supramistis iyu. Keluar dari ruang operasi, jantungku berdetak kencang. Rasanya aku tak sabar ingin melihat wajahku setelah dipermak. Sebuah kaca besar di depan mataku telah disiapkan dengan rapih. “Oh Tuhan!” pekikku. Wajah ku benar-benar berubah jadi cantik dan aku nyaris tak mengenali wajah ku sendiri. Aku benar-benar mirip Mbak Titiek Puspa bahkan mirip pula dengan Helen Sparingga. Hidung yang tadinya pesek tiba-tiba jadi mancung, bibirku yang tadinya rata, tiba-tiba jadi berbelah tengah dan sensual. Pipiku yang tadinya kendur tiba-tiba menjadi kencang. Sementara itu, kulit leherku yang tadinya lunak, kini menjadi keras dan padat. “Terima kasih,Pak, terima kasih!” pekikku pada ahli kecantikan itu.

Aneh bin ajaib, pada malam harinya hatiku jadi gelisah. Mataku tidak dapat dipejamkan dan jantungku berdegub kencang. “Ada apa ini?” bisikku, pada Enoh, pembantu setiaku yang sudah l0 tahun ikut keluargaku. Malam itu Mas Narto memang tidak pulang. Dia pamit untuk terbang ke Hongkong dengan pesawat China Airlines untuk membeli beberapa barang dagangan. Dari loteng kamar tidurku, tiba-tiba muncul asap putih berputar-putar sekitar plafon. Dalam hitungan detik, asap itu lalu berubah menjadi seperti manusia. Aku berteriak minta tolong, tapi tak ada seorang pun yang mendengar suaraku. Enoh tidak mendengarkan, begitu juga dengan Amran anak tunggalku yang sudah berumur tujuh tahun. Sosok misterius yang muncul ternyata diri diriku sendiri. Wajahku sebelum melakukan suatu operasi.

“Wajah Anda yang muncul itu adalah wajah saudara kembar Anda. Saudara Anda ada dua orang. Semua itu saudara gaib. Yang satu berumur lebih tua dari Anda, namanya Kakak Kawah, sedangkan adik adalah Adik Ari-ari. Jadi kakak sulung dari air ketuban, sedangkan adik adalah sosok ari-ari yang lahir sesudah Anda keluar dari rahim ibu. Dua bersaudara itu ada walau tidak kasad mata. Karena Anda melakukan operasi perubahan wajah dan tidak minta ijin pada mereka, maka itu mereka marah. Kalau mereka marah, mereka akan menampakkan diri. Maka itu, Anda harus melakukan ritual tertentu akan mereka menjadi tenang!” kata Kiyai Arsyat Mahmud, 68 tahun, kaka tertua papapu yang tinggal di Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Kyai Arsyad Mahmud marah besar padaku, kenapa aku merubah wajah asliku yang notabene ciptaan Allah itu. “Perbuatan merubah wajah adalah perbuatan yang bisa mengarah pada perbuatan musyrik dan bertentangan dengan akidah. Maka itu, kau harus minta maaf pada Allah dan kedua saudara kembarmu itu!” tekan Kyai Arsyat yang biasa kupanggil Mamak itu. Tapi aku berusaha berdalih sesuai ucapakan Sang Pakar perombak wajahku. “Allah kan menciptakan manusia dengan otak dan kepintaran tertentu. Karena Allah memberikan otak pada manusia, maka otak itu harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar mungkin untuk menemukan tehnologi bermacam-macam cabang, di antaranya tehnologi mempercantik diri. Bukankah menggunakan otak pemberian Allah ini sebagai sesuatu upaya untuk memuliakan ciptaan-Nya, ciptaan Allah juga, kan Mak?” tanyaku, penasaran.

Mamak Kyai Arsyat agak terdiam. Dia nampak berfikir panjang dan berusaha menemukan argumentasi yang kuat untuk mempersalahkanku melakukan operasi itu. “Secara alami setiap manusia akan berubah dengan sendirinya. Kalau mudanya cantik, tuanya jadi buruk. Kalau masa mudanya berkulit kencang, masa tua menjadi keriput. Hal itu secara alamiah akan terjadi pada siapapun. Memang sudah jadi kehendak Allah, bahwa setiap manusia akan menjadi tua dan keriput. Tapi Mak, bukankah Allah menciptakan kelebihan-kelebihan tertentu di otak manusia dan manusia harus memanfaatkan semaksimal mungkin karuniah Allah itu, yaitu mencari dan menemukan suatu tehnologi yang mampu mencegah penuaan itu. Umur memang pasti menua, tapi tehnologi temuan manusia ini bisa sebagai piranti untuk mengatasi penuaan alamiah itu. Paling tidak, bisa terlihat muda walau sudah berumur tua, yang tentu saja dengan ragam pertimbangan kemanusiaan. Saya ingin cantik supaya tidak ditinggal suami pada wanita lain, Mak. Bukankah hal itu manusiawi saja, kan?” tanyaku, tak menuntut jawab.

Baru kali itulah aku berani mengemukakan pendapat yang agak pada Mamak. Dan baru kali itu pula aku melihat Mamak tidak berkutik. Mamak nampak kalah argumen denganku karena memang Mamak belum siap betul dengan fenomena operasi kecantikan wajah itu. Tapi aku salut pada mamakku itu. Seorang kiyai yang cukup disegani dalam masyarakat, mengaku salah dan kalah mendengar ungkapanku. “Kalau begitu, Mamak yang salah barangkali. Mamak nanti mencari solusi dari kasus ini. Mamak akan mencari ayat atau hadis yang bisa dijadikan patokan, dan mungkin bisa Mamak kasih masukan pada Majelis Ulama ke depan. Mana tahu bisa menjadi fatwa!” ungkap Mamak, Kiyai Arsyat Mahmud, sambil berlalu. Mamaku pergi dengan senyum dikulum dan sedikit bangga melihat keponakannya sudah berani berargumentasi dengan kiyai sebesar Mamak. Hingga sekarang, Mamak belum menemukan argumen yang kuat untuk mempermasalahkan halal atau tidak halalnya operasi wajah itu. Mamak bahkan mengaku bahwa dia belum menemukan apa-apa di Al Qur’an dan hadis yang memungkinkannya untuk menghajar fenemena yang marak itu. terlepas dari Mamak, aku bersyukur karena Mas Narto menerima dengan tangan terbuka upaya ku operasi itu. Bahkan Mas Narto malah memujiku sebagai wanita yang cantik dan sensual. “Kamu benar-benar cantik,Ma!” pujinya. Hatikupun berbunga-bunga dan bahagia bukan alang kepalang. Teman-temanku juga memuji, bahkan banyak yang tergoda ingin ikut operasi di tempatku melakukaneksekusi perubahan wajah itu.

Tiga bulan setelah operasi, wajahku tiba-tiba menjadi gatal. Hidung, mata, bibir, pipi dan leherku semuanya gatal. Karena sering digaruk, beberapa bagian kulitku menjadi luka. Luka yang tak kunjung sembuh itu berubah bentuk menjadi koreng dan bernanah. Lama kelamaan wajahku seperti lilin yang meleleh karena api. Rontok dan lodoh. Melihat kenyataan ini, aku tentu menjadi panik dan gundah gulana. Lewat seorang teman, aku mendatangi Ustad Wano, pakar supranatural “setengah kyai” yang mengobati pasien berdasarkan cara-cara Islami dan Al Qur’an di Jakarta Timur. Ustad merawat wajahku yang rusak selama empat jam di rumahnya dengan jampi-jampi dan air putih. Dari mukaku tiba-tiba keluar ulat belatung yang busuk dan beberapa gelas nanah yang bau. “Selain kembaran Anda tidak menerima operasi wajah, ternyata ada orang yang membenci Anda juga lalu mengirim santet pada wajah Anda hasil operasian itu. Anda menjadi korban Teluh Jatnia, suatu teluh yang merusak wajah hasil operasi plastik. Sebenarnya ada dua usaha sejenis yang saling bersaing. Persaingan itu tidak sehat. Salah satu dari uasah itu, mengirim santet saat Anda melakukan operasi itu. Karena Anda sedang berada di tempat itu, Andalah yang kena!” kata Sang Ustad.

Di luar itu, kata Ustad Wano, saudara kembar gaib ku juga menolak. Kakang Kawah, adi ari-ari marah karena wajahku tidak dikenali lagi oleh mereka. Saudaraku itu menjauh dan dia tidak akan lagi melindungi aku bila nampak kesulitan. “Setiap kita dalam kesulitan, bila saudara kembar ini dekat, dia akan membantu kita. Misalnya, mobil Anda hancur karena tabrakan besar, tapi nyawa Anda selamat, maka keselamatan itu terjadi karena peran serta kembaran gaib ini. Sudah pasti bahwa Anda telah diselamatkan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Tapi penyelamatan itu diciptakan oleh melalui kekuatan dunia, yaitu kekuatan ‘tangan’ gaib kedua saudara kembar Anda itu. Saudara kembar ini akan berfungsi dengan baik dan berlaku efektif, bila saudara kembar itu difungsikan optimal. Cara memfungsikannya adalah dengan menghargainya, yaitu mengajaknya berdialog sebagai lanyaknya pada manusia yang hidup. Mengajaknya ikut makan sebelum Anda makan. Berbicara padanya sebelum tidur dan mengiriminya Al Fatihah setiap usai sholat. Faham?” kata Ustad Wano. Apa yang dikatakn oleh Ustad Wano, sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Mamakku, Kiyai Arsyat Mahmud beberapa waktu sebelumnya.

Ritual yang dilakukan Ustad Wano, dua sesi. Sesi pertama membuang teluh yang sudah masuk ke wajahku, yang kedua ritual meminta maaf pada saudara gaib dan mengundangnya kembali datang. “Kalau dia sudah datang, apa permintaanmu?” tanya Ustad Wano. Dengan malu-malu aku meminta agar wajahku disembuhkan secara total dan kembali ke wajah lama, tetapi cantik. “Oke, kita berdoa bersama dan mudah-mudahan Allah mengabulkan!” desis Ustad. Kami pun berdoa dengan khusuk, sementara di depanku diletakkan sebuah gelas bersisi air putih, air doa yang kami layangkan hari itu pada Allah SWT.

Di luar dugaan, sosok dua wajahku muncul di samping kiri dan kananku. Dari bentuk rambut, tubuh dan perawakan keduanya sama persis dengan sosokku. Kata ustad, kami adalah three in one. Sebelah kananku Kakang Kawah sementara di kiriku adalah Adik Ari-ari. Sesuai perintah, aku meminta apa yang akan kuminta. Dan hari itu, kuminta agar wajahku sembuh total dari penyakit yang kuderita dan wajahku kembali seperti wajah dulu namun cantik dan segar. Setelah aku habis bicara, dua sosok itu menghilang dan tidak terlihat lagi. “Dia tetap ada di sekitarmu dan sudah kembali seperti dulu!” bisik Ustad Wano.

Tiga hari setelah dirawat ustad, wajahku benar-benar kembali seperti dulu. Semua benda silikon yang ada di dalam wajahku keluar secara gaib. Begitu juga dengan zat-zat kimia lain yang ada di kelopak mata, belahan bibir dan pipiku, tanggal secara mistik. Alhamdulilah wajah ku sembuh total dari koreng dan wajah operasian secara mengagumkan kembali seperti wajah lama, walau butuh waktu untuk normal kembali. “Anda akan cantik alamiah seperti dulu, yakinlah!” kata Ustad. Benar, orang-orang bilang bahwa aku kini terlihat jauh lebih muda, segar dan bersinar. Sementara saudara kembar gaibku, kurasakan selalu ada di sekitarku, walau tidak pernah menampakkan diri lagi. Sementara peneluh jahat itu, sudah kuketahui rupanya dan kumaafkan. “Bahkan doakanlah agar Tuhan mengampuni dosa-dosanya dan dia kembali ke jalan yang benar. Kau harus ihlas pada pembuat teluh itu dan jangan sekali-kali menyimpan dendam padanya!” nasehat ustad, yang hingga sekarang kupegang terus.